Buddisme di Jepang dan Aliran-Aliranya
(Zen,
Amida/Tanah Suci dan Nieciren Sozu)
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada
Mata Kuliah Hinduisme
Dosen pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Oleh:
ANTO SURYANTO
(1111032100040)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012
A.
PENDAHULUAN
Di Jepang, budhha menempati urutan ke dua terbesar setelah Agama Shinto
yaitu 89
juta orang. Penyebaran dan
pekembangan buddhis di jepang beserta Kemunculan sekte-sektenya tidak lepas
dari factor-faktor yang mempengaruhi baik social maupun politik. Dalam Makalah
ini dijelaskan tentang Sejarah Buddhisme jepang dan perkembanganya, serta
kemunculan sekte-sekte budhhisme di jepang.
Sebagai pendahuluan, penulis menyampaikan
Terimakasih yang mendalam kepada Ibunda Dra. Hj. Siti Nadroh selaku dosen
pembimbing saya dalam matakuliah Buddhisme yang telah memberikan saya
kesempatan untuk berpartisipasi menyusun makalah yang berjudul “Buddhisme di jepang dan Aliran-Aliranya”
ini. Menyadari bahwa makalah yang berada dihaadapan pembaca ini masih terdapat
banyak kekurangan, patut saya ucapkan
mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Adapun segala bentuk kritik dan saran dari
pembaca sangatlah berharga bagi saya sebagai pemula, karena itu sudikiranya
pembaca dapat memakluminya.
Demikianlah Pendahuluan ini saya sampaikan, Harapan
saya semoga Makalah yang sangat sederhana ini sedikit-banyaknya dapat
bermanfaat untuk saya pribadi dan juga untuk segenap para pembaca.
Terimakasih.
Ciputat,
02-Mei- 2013
Penyusun
A.
Buddisme
di Jepang dan Sejarah Perkembanganya
B. Sejarah
Buddhisme di Jepang
Agama Buddha masuk ke Jepang
diperkirakan pada abad ke-6. ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan
sebuah delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa
hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama
Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena
dianggap menghina kepercayaan mereka, terutama para dewa mereka[1].
Tokoh utama dalam penyebaran agama
Buddha di Jepang adalah Pangeran Shotoku Taishi (547-621 M) yang naik tahta
pada 593 M yang peranannya dalam agama Buddha dapat disejajarkan dengan Raja
Asoka di India. Ia juga menjadikan agama Buddha sebagai agama Negara, dan ia
juga menerjemahkan sendiri kitab suci Sadharma Pindarika, Vimalakirti, dan
Srimalasutra yang sangat berpengaruh dalam pembentukan filsafat Buddhis di
Jepang hingga hari ini. Pada tahun 607 M, ia mendirikan kuil-kuil di Nara dan
Haryuji yang merupakan kuil tertua dan masih berdiri sampai sekarang.
Kemudian, pada periode pemerintahan Nara
yaitu pada tahun 710-884 M, agama Buddha mengalami kemajuan yang sangat pesat,
karena banyak suku dan bangsawan berpengaruh dan memeluk agama Buddha. Pada
periode ini muncullah enam sekte. Seperti yang telah disebutkan di atas, namun
yang masih bertahan hanyalah sekte Hosso yang berpusat di kelenteng Kofukuji
dan Yakushiji, serta sekte Kegon yang berpusat di kelenteng Todaiji dan sekte
Ritsu yang berpusat di kelenteng Toshodaiji.[2] Pada zaman Kamakura mulai timbul
feodalisme di Jepang. Aliran-aliran agama Buddha yang tumbuh dalam suasana
feodalisme tersebut di antaranya adalah Zen yang diperkenankan oleh Eisai
(1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren yang didirikan oleh Nichiren
(1222-1282).
C. Aliran-Aliran
Buddisme di Jepang
1. Aliran
Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata
Zen berasal dari bahasa Jepang.Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana.Di Cina
dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan fokus pada
meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan. Aliran Zen dianggap bermula dari
Bodhidharma. Ia
berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam
di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di
tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui
Neng.Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Di Tiongkok (China) madzhab Mahayana berbenturan
dengan Taoism dari Lao Tze (604-531 SM), dan dengan Cofucianism dari Kong Fu
Tze (551-479), dan di Jepang berbenturan dengan Shintoism, dan perbenturan itu
menimbulkan saling-pengaruh di dalam sejarah perkembangan aliran-aliran
Mahayana di Tiongkok dan di Jepang.[3]
Mahayana pertama kali diperkenalkan ke
Jepang lewat Korea, ketika raja Kudara mengirimkan Kitab-kitab dan Arca-arca
Budhis kepada Kaisar Jepang pada mulanya agama baru ini ditentang, akan tetapi
lambat laun diterimaSejak tahun 552 Masehi Buddhisme telah masuk ke Jepang dari
Korea dan Tiongkok Ajaran-ajaran Budhisme dapat tersiar di jepang dengan cepat
setelah timbul anggapan bahwa dewa-dewa Buddhisme dapat dipersamakan dengan
dewa-dewa Shintoisme. Sebenarnya ada dua pendirian dalam Budhisme Jepang ini
yaitu di satu pihak ingin mencapai kelepasan dengan usaha sendiri.
Pendirian inilah yang disebut Zen Budhisme, Sedang dipihak lain ingin
melepaskan diri atas dasar kepercayaan bahwa kelepasan itu dapat ditolong oleh
yang maha gaib (dewa-dewa). Pengikut Zen, berusaha mencapai ilham tertinggi
dengan kontemplasi (latihan-latihan rohaniah yang mendalam) Untuk itu orang
yang berkontemplasi harus dapat mendisiplinir diri serta memiliki ketenangan
batin setinggi-tingginya[4]
Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma
kepada Ananda, yang telah menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh
tahun kehidupannya di dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya
dan seterusnya. Dari mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad
ke-6 M, transmisi ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual,
sebagian kurang dikenal dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam
sejarah agama Buddha di India. Daftar nama-nama guru ini, yang secara
tradisional dikenal sebanyak Dua Puluh Tujuh Dua Puluh Delapan dengan
Bodhidharma Sesepuh
Zen dari India adalah sebagai berikut :
Mahakasyapa, Ananda Sanakavasa Upagupta Dhritaka Michchaka Vasumitra Buddhanandi Buddhamitra Parshva Punyayashas Ashvaghosha Kapimal Nagarjuna Kanadeva Rahulata Sanghanandi Gayasata Kumarata Jayata Vasubandhu Monorhita Haklena Aryasimha Basiasita Punyamitra Prajnatara dan Bodhidarma.
Studi dafta ini mengungkapkan hubungan
yang sangat dekat antara Zen dan apa yang dikenal sebagai tradisi pusat Agama
Buddha India. Dialah Bodhidharma yang termahsyur, sesepuh kedua puluh delapan
dari India—yang dalam lukisan kuno digambarkan sebagai seorang yang menyebrangi
lautan dengan daun bambu—yang membawa Zen ke Cina, dengan sendirinya menjadi
sesepuh pertama dari Cina. Apa yang ia bawa ke Cina bukanlah Zen dalam bentuk
seperti yang kita kenal saat ini bersama dengan doktrin-doktinnya, kitab suci,
dan organisasi viharanya, melainkan semangat atau jiwa yang ia turunkan kepada
muridnya Hui Ko, yang kemudian menurunkannya pada muridnya lagi hingga
sesepuh yang ke-6. Master-master ini
dikenal sebagai Enam Sesepuh Aliran Zen dari Cina, Yakni :
1. Bodhidharma (lahir sekitar 440 -
meninggal sekitar 528)
2. Hui K`o (lahir 487 - meninggal 593)
3. Jianzhi SengTs`an (meninggal 606)
4. Dayi Tao Hsin(lahir 580 - meninggal
651)
5. Hung Jen (lahir 601 - meninggal 674)
6. Hui Neng / Wei Lang(lahir 638 -
meninggal 713)
Karena kejeniusan Hui
Neng, ia mengajarkan kembali kepada 43 orang. Sesudah itu banyak sekali garis
transmisi, namun ada dua diantaranya yang sangat berperan hingga sekarang.Kedua
garis keturunan ini diwakili oleh aliran Sotodan aliran Rinzai.[5]
Aliran Chan / Zen itu
bersikap agak bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak
mengikatkan diri kepada Sutras tertentu.Begitupula terhadap berbagai aliran
filsafat dan theogoni didalam madzhab Mahayana.Bahkan tidak hendak
memperbincangkannya secara serius.Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan
secara kerohanian (intuitif) untuk mencapai kesadaran tertinggi.
Sifat kepribadian pada aliran Zen itu
amat kuat hingga kurang menaruh hormat terhadap patung-patung pujaan.Dengan
begitu aliran ini dapat dikatakan bersifat iconoclastic, yakni menantang
pemujaan patung-patung berhala itu, karena pujaan-pujaan lahiriah itu tidak
membawa kepada tujuan tertinggi.
Titik berat ajaran ini lebih
mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan kidmat yang sepenuh-penuhnya kepada
sang guru, Cuma sang guru saja resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid
kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Karena aliran
ini berkeyakinan bahwa kepribadian Budha itu hidup membenam dalam diri manusia,
dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian-Budha itu dapat dilihat.
Samadi yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu[6] :
§ Tathagatha-Meditation,
yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
§ Patriarchal-Meditation,
yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodhidharma, yaitu meniadakan pikiran
dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
Menurut aliran ini, bukanlah dengan
kepercayaan yang dapat membawa manusia identik dengan Budha, melainkan dengan
tafakkur yang dalam.Aliran ini berfaham Pantheistis (kesatuan dewa dengan alam
semesta).Manusia dapat menjadi identik (sama) dengan Budha bilamana ia
melakukan Meditasi yang dalam berdasarkan intuisi. Meditasi demikian kemudian
dipengaruhi oleh Taoisme. [7] Meditasi adalah latihan yang
diterima secar universal oleh semua filsuf, orang suci, dan petapa India dan
Budha tidak memiliki alasan untuk menolaknya.Sebenarnya praktik meditasi
merupakan salah satu ciri kebudayaan moral di Timur.[8]
Dalam perkembangannya,
Zen di Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto
mengembangkan ajaran pencerahan yang hening.Ciri aliran ini adalah ketenangan,
menekankan kerja dalam keheningan serta kepatuhan. Metode yang dilakukan untuk
mencapai ketenangan adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk
bersila.
Aliran Rinzai berusaha
mencapai penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan
Mondo merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara aktif.Aliran ini
sifatnya lebih dinamis dan aktif dibanding aliran Zen.[9]Koan adalah suatu
problem semacam teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya
terdiri dari satu kata atau frasa tanpa arti, atau sebyah pernyataan yang
tampaknya nonsense dari sudut pandang umum.Namun koan bertindak sejenis
cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sejenis cantelan yang
dengan itu pikiran dapat terkait sendiri sehingga dapat menyisihkan
pemikiran-pemukiran yang ngawur dan pertimbangan-pertimbangan intelektual.
Contoh-contoh koan yang diberikan kepada para pemula adalah Mu, yang secara
literal berarti “tidak ada apa-apa”, Sekishu, yang berarti “suara satu tangan”,
soku shin souk butsu, artinya “satu pikiran, satu budha” Honrai-nomemmoku
“bagaimana wujud aslimu sebelum ayah dan ibumu memperanakkan kamu?” dan
Nanimono ka immoni kitaru?, yang berarti “darimana Anda datang?[9]”
2. Aliran
Amida
Sekte Amida,
atau sering disebut dengan nama ‘Tanah Suci’, mengemukakan ajaran keselamatan
dengan cara mempercayai Buddha secara mutlak dan menyebut Amida, seseorang yang
akan mendapat keselamatan. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha serta
dilengkapi dengan patung Bodhisatwa Kwan On dan patung Deiseishi.
Kita mengenal adanya Amitabha Buddha
berdasarkan sabda Sakyamuni Buddha yang tercatat didalam beberapa kitab suci,
antara lain : Amitayurdhyana Sutra, Maha Sukkhavativyuha Sutra, Sukhavativyuha
Sutra, dan sutra-sutra lainnya. Ketiga sutra ini adalah sutra pokok bagi agama
Buddha Mahayana aliran Tanah Suci (Pure Land).
Amitabha/Amitayus Amita Buddha mengandung
falsafah beliau yang telah mengatasi ruang dan waktu, juga merupakan lambang
dari cinta kasih, berkah karunia dan kebijaksanaan yang tak terbatas. Didalam
Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa sebelum menjadi Buddha Amitabha,
dulunya beliau adalah seorang bhiksu bernama Bhiksu Dharmakara, yang hidup
dijaman Buddha Loke vara-raja, dimana Bhiksu Dharmakara telah mengikrarkan 48
prasetya agung/janji suci tentang negeri Buddha-Nya yang akan terwujud apabila
Dia mencapai penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).
Dari sabda Sakyamuni Buddha kita mengetahui
bahwa Bhiksu Dharmakara telah mencapai pencerahan sempurna, dikenal sebagai
Amitabha Buddha) dan surganya bernama Sukhavati (Kebahagiaan Yang Terluhur)
atau disebut juga Tanah Suci yang letaknya di sebelah barat dari dunia
saha.Berdasarkan kenyataaan ini, Sakyamuni Buddha memberikan rekomendasi kepada
umat manusia untuk memuja-Nya dan bertekad untuk bertumimbal lahir di Surga
Sukhavati. Didalam Vihara aliran Sukhavati, dijumpai gambar/rupa amitabha
Buddha yang diapit oleh bodhisattva Avalokitesvara di sebelah kirinya dan
Bodhisattva Mahasthamaprata di sebelah kanannya, kadang-kadang dilukiskan pula
bersama-sama dengan 25 Bodhisattva Mahasattva pengikutnya[10].
3. Aliran
Nichiren Sozu
Agama Buddha menyebar dari India ke
Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke Jepang. Berbeda dengan
agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus terang mengungkapkan dasar
pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya. Dalam terminologi
buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catatan tertulis dari ajaran sang
Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu buah. Secara logika
tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami dan menguasai semua
sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan Buddhisme biasanya
mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi masing-masing. Setelah Sang
Buddha Sakyamuni meninggal, Air Dharma diwariskan kepada Ananda, dan Ananda
mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara lain Nagarjuna, Vashubandu,
Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari dasar buddhalogi, Nichiren
Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi terjemahan dari Kumarajiva,
serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan Hokke Geng-gi, karya maha guru
Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo.
Setelah lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra
dari sekte-sekte di berbagai kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma
Pundarika Sutra yang merupakan sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni
yang bisa menyelamatkan umat manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati.
Sejak itu beliau menyebut diri Nichiren.
Yang
bertujuan untuk mengembalikan ajaran Budha kepada bentuk yang murni yang akan
menjadikannya dasar bagi perbaikan masyarakat jepang, dan menolak ritualisme
dan sintementalisme aliran tanah suci, melawan semua kesalahan, agresif,
patriotis tetapi eksklusif[11]
2.
Ajaran Dasar Nichiren Daishonin
Nichien
Daishonin melakukan pembaharuan yang radikal terhadap ajaran-ajaran dari
seluruh sekte yang ada, kecuali pada sekte Tendai, ia tidak menolak ajarannya
secara keseluruhan. Karena alirannya memang baerdasar dari ajaran Buddha
Sakyamuni melalui jalur sekte Tientai.
a.
Tiga Hukum Rahasia Agung (San dai hi ho), yakni dengan mengucapkan mantra Tiga
Hukum Rahasia Agung dimulai dalam “Jangka Waktu Hidup Tathagata,” Bab XVI
Saddharma Pundarika Sutra.
Diantaranya adalah[12]:
1.
Honmon no Honzon adalah Yang Patut
Dimuliakan, kita harus memuja Buddha Sakyamuni Abadi, yang telah menyelamatkan
semua mahluk dari penderitaan dan ikatan siklus lingkaran kelahiran dan
kematian. Dalam Bab XVI Saddharma Pundarika Sutra, Buddha Sakyamuni membabarkan
bahwa hanya Ia seorang Buddha yang telah mencapai Penerangan Agung sejak masa
lampau yang tak terhingga (Kuon Ganjo). Selanjutnya Ia menjelaskan bahwa hanya
ia yang dapat menyelamatkan, dan terus menyelamatkan, dan juga akan
menyelamatkan seluruh umat manusia dan mahluk hidup lainnya pada masa
mendatang.
2.
Honmon no Daimoku adalah
"Myo-Ho-Ren-Ge-Kyo," Judul Suci dari Saddharma Pundarika Sutra yang
mengungkapkan Kebenaran yang belum pernah diungkapkan sebelumnya dalam
sutra-sutra lainnya. Odaimoku atau Judul Suci itu telah diwariskan kepada kita
sebagai Bodhisattva Muncul Dari Bumi. Kita menerima, memelihara,
mempercayainya, dan menyebut Odaimoku. Odaimoku adalah penghubung antara Buddha
Abadi dan mereka yang menyebutnya.
3.
Honmon no Kaidan adalah tingkatan
atau tempat dimana hubungan antara Buddha (Subjek) menyatu dengan umat manusia
(Objek).
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Beatrice Lane Suzuki. Agama Budha
Mahayana (Karaniya : 2009)
Ø
Harun Hadiwijono, Dr. “Agama Hindu
Buddha” (Jakarta: Gunung Mulia, 2008)
Ø
Hasbullah
Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: wijaya, 1989.
Ø
HM. Arifin.Menguak Misteri Ajaran
Agama-agama, (Jakarta : 1986)
Ø
Joesoef Sou`yb, Agama-agama Besar di
Dunia, (Al Husna Zikra : 1996)
Ø
Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, Yokyakarta: IAIN SUNAN KALIJAGA
PRESS,1988
Ø
Y.A Maha Sthavira Sangharakshuta, ZEN :
Inti Sari Ajaran (Yayasan Buddhis Karaniya : 1991)
Ø
http://www.oocities.org/sutra_online/bacaan_sukhavati.htm
Ø
www.nshi.org. YM.Bhiksu. Shokai Kanai, Tiga Hukum Rahasia Agung
(San Dai Hi Ho), PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
[1]
Harun Hadiwijono, Dr. “Agama Hindu Buddha” (Jakarta: Gunung Mulia, 2008) hal
69.
[2]
Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: wijaya, 1989. H
72
[3]
Joesoef
Sou`yb, Agama-agama Besar di Dunia, (Al Husna Zikra : 1996) hal. 109-110
[5]Y.A Maha Sthavira Sangharakshuta,
ZEN : Inti Sari Ajaran (Yayasan Buddhis Karaniya : 1991) hal. 32-37
[7] HM. Arifin Op.Cit., h. 115
[8]
Beatrice
Lane Suzuki. Agama Budha Mahayana (Karaniya : 2009). h. 12
[12] www.nshi.org. YM.Bhiksu.
Shokai Kanai, Tiga Hukum Rahasia Agung (San Dai Hi Ho), PERHIMPUNAN BUDDHIS
NICHIREN SHU INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar