Sejarah hidup buddha
Responding Paper ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Buddhisme
Dosen Pembimbing:
Hj. Siti Nadroh, M.Ag
Dissusun Oleh
Ahmad Sobiyanto (1111032100027)
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
SEJARAH HIDUP BUDHA
I.
RIWAYAT
SIDHARTA GAUTAMA
A.
Kehidupan Sang
Buddha
1.
Kelahiran
Bodhisattva
Pangeran
Siddharta dilahirkan pada tahun 623 Sebelum Masehi di Taman Lumbini. Oleh
para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran
Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi Seorang Buddha.
Hanya pertapa Kondañña yang dengan pasti meramalkan bahwa
Sang
Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda
menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan
mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu
menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa,
atau ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam peristiwa itu
adalah : 1. Orang tua, 2. Orang sakit, 3. Orang mati, 4. Seorang pertapa.[1]
Saat ia
dilahirkan, bumi menjadi terang benderang, seberkas sinar sangat terang
mengelilingi bodhisattva yang baru lahir itu.[2]
Sesaat ia dilahirkan, Bodisattva berjalan tujuh langkah diatas tujuh kuntum
bunga ke arah utara,[3]dengan
jari telunjuk tangan kanan menunjuk kelangit, dan jari telunjuk tangan kiri
menunjuk ke bumi, yang artinya Akulah teragung, pemimpin alam semesta, guru
para dewa dan manusia. para dewa yang mendampingi menjatuhkan bunga dan air
suci untuk memandikannya. Juga bersamaan waktu lahirnya, tumbuhlah pohon Bodhi.
Seisi alaam
menyambutnya dengan suka cita karena telah lahir seorang Bodhisattva yang pada
nantinya dia akan menjadi pemimpin alam semesta, gurunya para dewa dan manusia,
mencapai Samyak Sam Buddha untuk mengakhiri penderitaan manusia dialam
samsara ini.[4].
2.
Pada umur 12
tahun
Pangeran sidharta telah menguasi berbagai ilmu pengetahuan, ilmu
taktik perang, sejarah, dan pancavidya, yaitu: sabda (bahasa dan sastra);
silpakarmasthana (ilmu dan matematika); cikitsa (ramuan obat-obatan); hatri
(logoka); adhyatma (filsafat agama). Dia juga menguasai Catur Veda rgveda(lagu-lagu
pujian keagamaan): yajurveda (pujian untuk upacara sembahyang);
athavarveda(mantra)
1.
Melihat Empat
Peristiwa
Pada suatu hari pangeran mengunjungi
Ayahnya dan berkata “Ayah, perkenankanlah aku berjalan-jalan keluar istana
untuk melihat tata cara kehidupan penduduk yang kelak akan ku perintah”.
Karena permohonan ini wajar, maka Raja memberikan izin. tetapi
sebelumnya kata Raja, aku harus membuat persiapan sehingga segala sesuatunya
baik dan patut untuk menerima kedatangan anakku yang baik.[5]
Sekalipun sang raja sudah memerintahkan agar seluruh jalan yang
akan dilalui putranya itu harus dibersihkan dari segala hal yang tidak
menyenangkan namun dalam perjalanan itu Siddharta melihat seorang yang sudah
tua sekali. Pandangan ini mengejutkan Siddharta.[6]pangeran
terkesan sekali, karena hal ini baru pertama kali dilihatnya.
Channa menerangkan kepada pangeran, bahwa itulah keadaan seorang
tua, tetapi bukan keadaannya sewaktu ia dilahirkan.
“ Sewaktu masih muda orang itu seperti kita dan karena sekarang ia
sudah tua sekali maka keadaanya telah berubah seperti yang tuanku lihat.
Sebaiknya tuanku lupakan saja orang tua itu. Setiap orang kalau sudah terlalu
lama hidup di dunia akan menjadi seperti oarang tua itu, hal ini tidak dapat
dielakkan.”[7]
Atas keterangan Channa ia tahu bahwa segala makhluk kelak akan
menjadi tua seperti orang tua itu. Dengan wajah yang muram sekali Siddharta
kembali keistana.[8]
Setelah persoalan ini dilaporkan kepada Raja, maka Raja menjadi
sedih sekali dan ia merasa kuatir bahwa hal ini dapat menyebabkan pangeran
meninggalkan istana.
Berselang beberapa hari pangeran kembali memohon kepada Raja agar
diperkenankan melihat-lihat lagi kota Kapilavattu, tapi sekarang tanpa lebih
dulu memberitahukannya kepada para penduduk.
Dengan berat hati Raja mengizinkan karena beliau tahu tidak ada
gunanya melarang, sebab hal itu tentu akan membuat pangeran bersedih. Pada
kesempatan ini pangeran pergi bersama-sama Channa dan berpakaian seperti anak
kelurga Bangsawan, karen ia tidak ingin dikenal sewaktu sedang berjalan-jalan.
Pangeran memperhatikan orang-orang
kecil yang sderhana dan semua orang kehilatannya sibuk sekali, bahagia dan
senang dengan pekerjanya. Tetapi Pangeran juga melihat seorang yang sdeang
merintih-rintih dan berguling-guling ditanah dengan kedua tangannya memegang
perutnya. Dimuka dan badannya terdapat bercak-bercak berwarna ungu, matanya
berputar-putar dan nafasnya mengap-mengap.
Untuk kedua kali dalam hidupnya Pangeran melihat sesuatu yang
membuat beliau sangat sedih. Pangeran yang dikenal sebagai orang yang penuh
kasih sayang dengan cepat menghampiri orang itu, mengangkatnya meletakkan
kepalanya dipangkuannya dan dengan suara menghibur menanyakan: “mengapa engkau,
engku mengapakah?” orang sakit itu sudah tidak adapat menjawab. Ia hanya
menangis tersedu-sedu.
“ Channa, katakanlah mengapa orang ini? Apakah yang salah dengan
nafasnya? Mengapa ia tidak bicara”?
“ O, Tuanku, jangan sentuh orang itu lama-lama. Orang itu sakit dn
darahnya beracun. Ia diserang demam pes dan seluruh bdannya terasa terbakar.
Oleh karena itulah ia merintih-rintih dan tidak lagi dapat bicara.”
“tetapi apakah ada orang lain yang seperti dia”? “Ada, dan Tuanku
mungkin orangnya kalau Tuanku memegangnya seperti ini. Mohon dengan sangat agar
Tuanku meletakkannya kembali ditanah dan jangan menyentuhnya lagi sebab sakit
pes itu sangat meenular.”
“apakah tidak ada orang yang dapat menolongnya? Apakah semua orang
dapat diserang penyakit? Apakah penyakit datang secara mendadak”?
“betul Tuanku, semua orang dalam dunia dapat terserang penyakit.
Tidak ada orang yang dapat mencegahnya dan itu dapat terjadi setiap saat.”
Mendengar ini pangeran menjadi semakin sedih dan kembali ke istana untuk
merenungi hal ini.
Berselang beberapa hari, Pangeran kembli memohon izin kepada Raja
agar diperkenankan lagi melihat-lihat kota Kapilavatthu. Raja menyetujuinya
karena beranggapan tidak ada gunanya lagi sekarang untuk melarang.
Pada kesempatan ini pangeran yang berpakaiaan sebagai anak seorang
bangsawan dengan diiringi Channa berjalan-jalan kembli di kota Kapilavatthu.
Tidak lama kemudian mereka berpapasan dengan serombongan orang yang sedang
menangis mengikuti sebuah usungan yang dipikul oleh empat orang.
Diatas usungan itu berbaring seorang yang sudah kurus sekali dalam
keadaan tidak bergerak. Kemudian rombongan membawa usungan itu ke tepi sebuah
sungai dan meletakkannya diatas tumpukan kayu yang kemudian di nayalakannya.
Orang itu tetap diam saja dan tidak bergerak meskipun apai telah membakarnya
dari semua sudut.
Pangeran heran
dan kaget sekali sehingga tidak dapat mengucapkan sepatah katapun. Pangeran
berpikir bahwa sangat mengerikan keadaan yang disebut “mati” itu yang harus
dialami oleh setiap orang, meskipun ia seorang Raja atau anak dari seorang
Raja. Apakah benar tidak ada jalan untuk menghentikannya? Pangeran pulang dan
dikamarnya ia merenungkan persoalan ini sepanjang hari.[9]
Pangeran
kemudian memohon kembali kepada ayahnya untuk diperkenankan untuk keluar istana
lagi untuk berwisata ke taman Lumbini. Raja tidak memiliki alasan apapun untuk
menolak permohonan santun Putranya itu. Ditemani oleh Chnna, pangeran menuju
taman Lumbini. Setelah sampai ditaman Lumbini dan ketika pangeran tengaah duduk
menikmati taman tersebut, tampak olehnya seorang lelaki dengan kepala yang
dicukur bersih datang dari kejauhan. Dan pangeranpun mendekati petapa itu dan
bertanya mengenai diri petapa tersebut. Petapa itupun menjelaskan prihal
dirinya.[10]
“ Pangeran yang
mulia, aku ini seorang petapa, aku menjauhkan diri dari keduniawian,
meninggalkan sanak keluarga untuk mencari obat agar orang tidak menjadi tua,
sakit, dan mati. Selain dari itu aku tidak menginginkan hal-hal dan
barang-barang duniawi.”
Pangeran terkejut karena ternyata petapa ini
mempunyai pikiran dan cita-cita yang sama dengan dirinya.
“O petapa suci,
dimana obat itu harus dicari”?
“panngeran yang
mulia, aku mencrinya dalam ketenangan dan kesunyian hutan-hutan yang lebat,
jauh dari gangguan dan keramaian dunia. Sekarang maafkan, aku harus meneruskan
perjalanan. Penerangan dan kebahagiaan sedang menunggu.”[11]
Sejak saat itu
Siddharta ingin mengikuti kehidupan petapa itu. Ia mencari jalan bagaimana
dapat meninggalkan kehidupannya yang mewah itu.[12]
Ketika pangeran
Siddharta masih di dalam taman dan benaknya dipenuhi dengan gagasan untuk hidup
bersih dan murni sebagai petapa, seorang kurir kerajaan yang di utus oleh raja
Suddhodana mengabarkan bahwa Putri yasodhara telah melahirkan seorang bayi laki-laki
yang tampan. Mendengar kabar itu, Pangeran justru bersedih hati dan berujar : “
seorang beenggu telah terlahir bagiku”! kelahiran tersebut merupakan halangan
karena ia mencintai keluarga dan anaknya yang baru saja dilahirkan. Mengetahui
apa yang diutarakan Pangeran saat menerima berita itu, Raja Suddhodana kemudian
memberi nama bayi itu “ Rahula” yang berarti “belenggu”.
B.
Sang Budha
Mendapatkan Penerangan Tertinggi
1.
Pangern
siddharta Meninggalkan istana
Sebelum
meninggalkan istana , Pangeran telah memohon izin kepada ayahnya, tetapi
Ayahnya berusaha mencegahnya, tetapi Ayahnya tidak dapat memenuhi syarat-syarat
yang diajukan oleh Pangeran kepadanya. Antara lain dikatakan oleh Pangeran,
bahwa ia tidak akan jadi pergi, apabila ayahnya dapat memberikan kepadanya
kemudaan yang kekal, kecantikan yang kekal, kesehatan yang kekal dan hidup yang
kekal.[13]
Pangeran kemudian
pergi kekamar Yasodhara untuk melihat istri dan anaknya sebelum pergi untuk
bertapa. Istrinya sedang tidur nenyak dan memeluk bayinya.
Setelah sampai
di luar kota Pangeran berhenti sejenak dan memutar kudanya untuk melihat kota
Kapilavattu untuk terakhir kali (di tempat itu kemudian didirikan sebuah cetiya
yang dinamakan Kanthakanivattana-cetiya).
Perjalanan
diteruskan melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya, Malla dan kemudian dengan
satu kali loncatan menyebrangi sungai Anoma.[14]
2.
Penerangan
Agung
Pada suatu
malam di bulan Waisak ketika bukan purnama, ditepi sunagi Neranjara, ketika ia
sedang menghentikan cipta dibawah pohon Assatta (pohon Boddhi) dengan duduk
padmasana melakukan meditasi dengan mengatur pernapasannya, maka datanglah
petunjuk kepadanya sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan yang tinggi yang
meliputi hal berikut:
a.
Pubbenivasanussati,
yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
b.
Dibacakkhu,
yaitu pengetahuan dari mata dewa dan mata batin,
c.
Cuti Upapatana,
yaitu pengetahuan bahwa timbul dan hilangnya bentuk-bentuk kehidupan, bik atau
buruk, bergantung pada prilaku masing-masing.
d.
Asvakkhayanana,
pengetahuan tentang padamnya semua kecendrungan dan avidya, tentang
menghilangkan ketidaktahuan
Dengan telah tercapainya penerangan tersebut maka Siddharta Gautama
telah menjadi Buddha pada umur 35 tahun, ia telah menjadi ‘Accharya Manusia’
atau guru dari manusia.
C.
Sang Budha
Mengajarkan Dharma
Setelah itu
sang Buddha masih ragu-ragu untuk menyampaikan darmanya kepada orang lain,
karena Dharmanya hanya dapat diterima orang arif bijaksana, maka ia pergi ke
Banares untuk menemukan murid-muridnya. Pada mulanya para murid itu ragu,
tetapi setelah melihat keagungan Buddha maka kelima muridnya bersedia kembali
mengikuti ajarannya. Kepada mereka lalu diajarkan empat kesunyataan itu.
Peristiwa-peristiwa
tersebut diatas sangat penting dalam agama Buddha, yang disebut “Dharmma Cakra
Pravantana Sutra”, yaitu “pemutaran roda dharmma” yang selalu diperingati oleh
para penganut agama Buddha. Begitu juga taman isi patana di Benares yang merupakan
tempat asal mula kelahirana ajaran Buddha dan Sangha, apar pemula penganut
ajaran Buddha, merupakan tempat suci bagi umat Buddha. Sejak peristiwa
pemutaran Rodha dharma tersebut mulailah siddharta Goutama yang telah menjadi
Buddha itu, menyebarkan ajaran diseluruh India mulai dari kota Rajagraha yang
berpokok pada empat kebijakan kebenaran bahwa:
-
kehidupan manusia itu pada dasrnya tidak
Bahagia
-
sebab-sebab
tidak bahagia karena memikirkan kepentingan diri sendiri terbelengggu oleh
nafsu,
-
pemikiran kepentingan diri sendiri dan nafsu
dapat ditekan habis jika semua nafsu dan hasrat dapat ditiadaan, yang dalam
ajaran Buddha adalah Nirwana,
-
Menimbng benar,
berpikir benar, berbuat benar, mencari nafkah, berusaha yang benar, mengingat
yang benar, meditasi yang benar,
Selama 45 tahun
lamanya Buddha menyampaikan ajaran-ajaran, sehingga dari sekitar 60 orang
anggota Sangha kemudian menjadi ribuan orang banyaknya, yang memerlukan banyak
Wihara, pada akhirnya dalam umur 80 tahun wafat di kusiwara yang letaknya sekitar
180 KM dari kota Banares. Ia meninggal tanpa petunjuk siapa yang menjadi
penerus, sehingga di kemudian hari ajaran terpecah menjadi dua golongan yaitu
Teravadha ( Hinayana ) dan Mahasangika
(Mahayana).
[2] Drs.
Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), hal.7-8
[3]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.4
[4] Drs.
Suwarto, Buddha Dharma Mahayana, (Palembang: Majelis Agama Buddha
Mahayana Indonesia, 1995), hal.8
[5]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 10
[6] Harun
Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17,
2010), hal.65
[7]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 11
[8] Harun
Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17,
2010), hal.65.
[9]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 11-14
[10] Forum
Diskusi Agama Buddha, www.wihara.com. Di
unduh pada Selasa 12 Maret 2013, pukul 12.33 WIB.
[11]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal.15-16
[12] Harun
Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, (jakarta : PT BPK Gunung Mulia, cet. 17,
2010), hal.66
[13] A.G.
Honig. Ilmu Agama, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 1997) hal.173
[14]
Pandita.S.Widyadharma, Riwayat Hidup Buddha Gotama, (Jakarta: Yayasan Dana
Pendidikan Buddhis NALANDA, 1979), hal. 19-20
A.
Pengertian
Buddha, Dharma, dan Triratna
Buddha adalah seseorang yang telah mencapai penerangan atau
pencerahan sempurna dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta. “Hyang
Buddha’’ adalah seorang yang telah mencapai penerangan luhur, cakap dan bijak
menuaikan karya-karya kebajikan dan memperoleh kebijkasanaan kebenaran mengenai
nirvana serta mengumumkan doktrin sejati tentang kebebasan atau keselamatan
kepada dunia semesta sebelum parinirvana.
Dharma adalah Hukum kebenaran, Agama, hal, hal-hal apa saja mengenai agama Buddha, berhubungan
dengan ajaran agama Buddha sebagai agama yang sempurna.
Dharma mengandung 4 (empat) makna utama:
1.
Doktrin
2.
Hak,
keadilan, kebenaran
3.
Kondisi
4.
Barang
yang kelihatan atau phenomena
Buddha Dharma adalah suatu ajaran yang menguraikan hakekat
kehidupan berdasarkan pandangan terang yang dapat membebaskan manusia dari
kesesatan atau kegelapan batin dan
unsure-unsur agama, kebaktian, filosofis, psikologi, falsafah, kebatinan,
metafisika, tata susial, etika dan sebagianya.
·
Triratna
Seorang
telah menjadi umat Buddha bila ia menerima dan mengucapkan Triratna (Skt) atau
tiga mustika (Ind) yang berarti Buddha, Dharma, Sangha. Pada saat sembahyang
atau kebaktian didepan altar Hyang Buddha. Triratna secara lengkap diucapkan
dengan tenang dan khusyuk sampai tiga kali atau disebut trisarana. Trisarana
adalah sebagai berikut:
Aku Berlindung kepada Buddha
Aku Berlindung kepada Dharma
Aku Berlindung kepada Sangha (ke-tiga nya diulang sampai tiga kali)
B.
Pengertian
Sadha dan Panca Sadha
-
Kata
Saddha ialah keyakinan atau kepercayaan-Benar (confident), suatu
kepercayaan yang ditimbulkan oeh suatu yang nyata, dapat juga diartikan sebagai keyakinan, kepercayaan-Benar, keimanan
dalam Bakti.
-
Panca
Saddha (Lima Keyakinan umat Buddha)
1)
Keyakinan
Terhadap Sang Hyang Adhi Buddha, Para Buddha
Hakikat
Adhi Buddha adalah terang yang murni. Ia timbul dari Sunyata, kekosongan. Para umat Buddha di dunia telah memfokuskan
pada tokoh Buddha atau Sidharta Gautama—seorang manusia yang menemukan
bagaimana membawa pencerahan dari penderitaan dan keluar dari lingkaran hidup
dan mati.
2)
Bhodisatwa
dan arahat
-
Bhodisatwa
Bodhisatwa adalah orang yang sedang dalam perjalanan untuk mencapai hikmat
yang sempurna, yaitu orang yang akan menjadi Buddha.
-
Arahat
Permulaan agama Buddha menanamkan ide rangkap mengenai arhatva dan nirvana.
Buddha Gautama mengajarkan kepada murid-muridnya yang pertama kai dengan
khotbah enpat Kasunyataan Mulia dan Delapan jalan utama serta menekankan pada
ketidak-kekalan dan tiada kepemilikan dari semua unsur pokok mengenai pribadi
manusia. Para sisiwa ini dipanggil arahat, dan Buddha sendiri diuraikan sebagia
seorang arhat. Konsepsi mengenai arahat dikembangkan dan diperinci secara
perlahan-lahan oleh guru dan penggantinya. Jadi seorang arahat juga diharuskan
menegerti formula mengenai duabelas nidanas (sebab-akibat). Dia ditetapkan
sebagai seorang yang telah mencabut tiga asravas (asava = minuman keras, dosa,
dan kesalahan dari keinginan akan rasa, suka akan yang ada, dan ketidak tahuan,
dan juga tambahan ke-empat asrava mengenai pikiran yang spekulasi. Dia melatih
tujuh faktor penerangan (shambojjhanga): kesadaran, penelitian, energi,
kesenangan, ketenangan, konsentrasi, dan ketenangan hati.
A. PENGERTIAN TRIPITAKA DAN SEJARAH PERKEMBANGANYA
Tripiṭaka (bahasa
Pali:
Tipiṭaka; bahasa Sanskerta:
Tripiṭaka) merupakan istilah yang digunakan oleh berbagai sekte Buddhis untuk
menggambarkan berbagai naskah kanon mereka.
Ajaran
agama Buddha bersumber pada kitab Tripitaka yang merupakan kumpulan khotbah,
keterangan, perumpamaan, dan percakapan yang pernah dilakukan sang Buddha
dengan para siswa dan pengikutnya. Dengan demikian, isi kitab tersebut semuanya
tidak hanya berasal dari kata-kata sang Buddha sendiri melainkan juga kata-kata
dan komentar-komentar dari para siswanya.
Beberapa minggu setelah Buddha wafat, seorang Bikkhu
tua yang tidak disiplin mengatakan perkataan yang membuat Maha Kasapa Thera
memutusakan untuk mengadakan Pesamuan Agung (Konsili) di Rajagaha. Dengan
bantuan Ajasattu dari Magadha, 500 orang Arahat berkumpul guna mengumpulkan
ajaran Sang Buddha yang telah dbabarkan dan berusaha menyusunnya secara
sistematis. Yang Ariya Ananda, siswa terdekat Buddha, dipercaya mengulang
kembali khutbah-khutbah Buddhadan Yang Ariya Upali mengulang Vinaya
(peraturan-peraturan).
-
Pada Pesamuan Agung yang pertama, seluruh ajaran Buddha dikumpulkan namun
baru disampaikan dari generasi ke generasi.
-
Pesamuan Agung kedua dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali, dimana isi
kitab itu diucapkan ulang oleh 700 orang Arahat.
-
Pesamuan Agung ketiga diadakan di Pattaliputa abad ketiga sesudah sang
Buddha Wafat dengan pemerintahan di bawah kaisar Asoka Wardhana yang memeluk
Buddha yang mempunyai pengaruh dalam penyebaran Dhamma.
-
Pesamuan Agung ke-4 diadakan di Aluvihara (Sri Lanka) di bawah lindungan
Raja Vattagamani Abhaya abad ke-enam sesudah Buddha wafat. Pada saat inilah
kitab suci Tripitaka dituliskan untuk pertama kalinya. Tujuannya adalah agar
semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya.
-
Pesamuan Agung ke-5 diadakan di Mandalay (Burma) pada permulaan abad 25 sesudah
Buddha wafat. Dengan bantuan Rajan Mindon dimana kitab ini diprasastikan 727
buah lempengan marmer di dekat bukit Manadalay.
-
Pesamuan Agung ke-6 diadakan di Rangoon dimana sejak saat itu dilakukan
penerjemahan ke dalam beberapa bahasa barat.
RESPONDING PAPER TOPIK
II
KEYAKINAN
TERHADAP KASUNYATAAN
A.
Pengertian
Hukum kasunyataan
Hukum Kesunyataan berarti hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi
waktu dan tempat serta keadaan. Ini berarti bahwa hukum Kesunyataan bersifat
kekal dan abadi sepanjang masa yang berlaku disemua tempat, didalam semua
keadaan/kondisi di setiap waktu.
B.
Cattur Arya
Saccani (empat kebenaran mulia)
1.
Derita atau penderitaan (dukha) ?
§ Penderitaan (Dukha) berarti juga: kesedihan, keluh kesah, sakit atau
kesakitan, kesusahan, dan putus asa yang sering di alami oleh jasmani maupun
batin kita
§ Dilahirkan, usia tua, sakit, meninggal adalah penderitaan
§ Berhubungan atau berkumpul dengan orang yang tidak disukai adalah
penderitaan
2.
Asal-mula
derita atau penderitaan
(samudaya)
§
Idaman
ini (trsna), yang menuju pada eksistensi yang diperbaharui, ditemani oleh nafsu
keinginan rendah (tanha), yang menganbil kesenangan dalam berbagai obyek,
dimana sebagai sebab dari kelahiran dan terlahir kembali (tumimbal lahir).
3.
Penghentian atau
lenyapnya derita atau penderitaan (Nirodha)
·
Nirodha
berarti lenyapnya penderitaan yang sama artinya dengan lenyapnya nafsu
keinginan rendah (tanha) atau lenyapnya keinginan dari pikiran. Kalau tanha
dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan berbahagia sekali,
karena telah terbebas dari semua kekotoran batin yakni Loba, Dosa, dan Moha.
4.
Jalan menuju
Lenyapnya atau Penghentian derita (marga)
·
Marga
berarti jalan untuk melenyapkan penderitaan, yaitu 8 (delapan) jalan utama
(Hasta Arya Marga):
a. Pengertian yang benar (samyag-drsti) adalah suatu pengertian
intelektual tentang empat kesunyataan utama atau kebenaran mulia, atau tentang
kebenaran nyata dari kehidupan secara umum maupun secara sederhana, memiliki
pengertian yang benar mengenai Budha Darma.
b. Pikiran yang benar (samyag-samkalpa), pengertian lainnya
adalah kehendak yang benar yang berarti bahwa mempunyai pikiran atau kehendak
untuk membebaskan segala ikatan-ikatan Dukha (penderitaan).
c. Berbicara yang benar (samyag-vak)
d. Perbuatan yang benar (samyag-karmanta)
e. Perbuatan yang benar (samyag-ajiva)
f. Berusaha yang benar (samyag-vyayama)
g. Perhatian yang benar (samyag-smrti)
h. Konsentrasi yang benar (samyag-smrti)
C. Hukum Karma dan Tumimbal Lahir,
Tilakhana
Pengertian Kamma atau Karma
Kamma adalah term atau kata dalam bahasa Pali, yang
mempunyai arti semua jenis kehendak atau maksud (action or doing) perbuatan,
yang baik maupun yang buruk, lahir atau pun batin dengan pikiran, ucapan
dan tindakan.
D. Tilakhana (Tiga Corak
Umum;anicca,dukkha, anatta)
Tilakhana (tri-laksana) artinya Tiga Sifat
Universal atau Tiga Corak Umum dari alam fenomena dan ini termasuk Hukum
Kesunyataan; Mengandung arti, hukum ini berlaku dimanapun dan kapanpun, tidak
terikat oleh waktu dan tempat.
1. Anicca, berarti tidak kekal, yaitu
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terus menerus mengalami perubahan. Ketidak-kekalan
(anicca) bukanlah suatu ajaran dalam agama Buddha yang direka-reka atau
dibuat-buat, melainkan sudah jelas sekali dalam kehidupan kita sehari-hari.
Oleh karena kemelakatan yang disebabkan oleh ketidak-tahuan (avijja), maka kita
tidak mampu melihat kesunyataan.
2. Dukkha atau penderitaan, merupakan corak yang
khas dari semua kehidupan (samsara) yaitu tentang ketidaksempuranaan. Segala
sesuatu yang tidak kekal menimbulkan penderitaan atau penderitaan itu terjadi
karena adanya perubahan yang terus-menerus. Dukkha adalah sudah lazim mengikuti
kesunyataan tentang anicca dan tidak terdapat sesuatu inti yang kekal, yang
dapat kita pegang sebagai jasmani untuk memperoleh ketentraman dan kepuasaan.
Yang menimbulkan Dukkha menurut
hukum Pattica-samuppada yaitu :
- Tanha diikuti oleh Upadana; Tanha adalah keinginan, kehausan atau kerinduan dan Upadana adalah yang melekat atau ikatan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
- Upadana diikuti oleh Bhava; Bhava adalah sesuatu yang terbentuk, maksud di sini adalah proses terbentuknya kehidupan. Adanya kelahiran kembali karena ada upadana atau ikatan di kehidupan sebelumnya (proses Kamma).
- Bhava diikuti oleh Jati, Jaramarana dsb; jika Bhava (proses kehidupan atau arus perwujudan) ini terbentuk, maka timbullah kelahiran, usia, tua, kematian, mengalami sukses dan kegagalan, harapan dan kekecewaan. Dengan demikian timbullah segala macam penderitaan.
1.
Anatta, yaitu tanpa-aku atau tidak ada suatu subtansi. Arti lainnya adalah bahwa
segala sesuatu tidak mempunyai inti yang kekal abadi, atau tidak adanya
existensi pribadi. Umat agama Buddha sendiri mengakui, bahwa kata anatta ini
banyak menimbulkan perdebatan dan salah paham juga menyebabkan multi tafsir
mengenai makna dari kata anatta.
E.
PATTICA
SAMUPPADA
Paṭiccasamuppāda merujuk pada pemunculan (dan
penghentian) yang saling berkaitan dari semua benda yang ada, yakni mereka
muncul dan lenyap dikarenakan oleh sebab dan kondisi. Ini berarti semua benda
yang ada adalah terkondisi dan tidak ada sesuatu apapun yang tidak berubah,
kekal abadi. Secara khususnya, Paṭiccasamuppāda merujuk pada penderitaan, dan
itulah tujuan utama dari khotbah-khotbah Sang Buddha yang membuat kita memahami
penderitaan sebagai sifat alami dari segala keberadaan. Jadi diskusi dari
Paṭiccasamuppāda dalam tulisan ini akan difokuskan pada Paṭiccasamuppāda
tentang penderitaan (dukkha).
Rantai umum dari Paṭiccasamuppāda adalah rantai
dari 12 mata rantai seperti yang ditunjukkan dalam tabel. Rantai tersebut dapat
dibaca dengan 2 cara: 1) Samudaya – timbulnya penderitaan yakni timbulnya
Avijjā mengkondisikan timbulnya Saṅkhāra; timbulnya Saṅkhāra mengkondisikan
timbulnya Viññāṇa; …(dan seterusnya)… timbulnya Jāti mengkondisikan timbulnya
Jarā-Maraṇa (keseluruhan massa penderitaan). Timbulnya penderitaan merupakan
Kesunyataan Mulia Kedua dan berhubungan dengan Puthujjana (orang biasa). 2)
Nirodha – lenyapnya penderitaan yakni lenyapnya Avijjā mengkondisikan lenyapnya
Saṅkhāra; lenyapnya Saṅkhāra mengkondisikan lenyapnya Viññāṇa; …(dan
seterusnya)… lenyapnya Jāti mengkondisikan lenyapnya Jarā-Maraṇa (keseluruhan
massa penderitaan). Lenyapnya penderitaan merupakan Kesunyataan Mulia Ketiga
dan berhubungan dengan Arahat, yang telah mengakhiri lingkaran kelahiran,
penuaan dan kematian (keseluruhan massa penderitaan).
A.
VINAYA PITAKA,
SUTTA PITAKA, ABIDHAMA PITAKA DAN BAGIAN-BAGIANNYA
1.
Vinaya Pittaka
adalah bagian pertama dari tiga bagian Tripitaka, terdiri dengan
peraturan-peraturan bagi para Bikkhu/ni yang terdiri dari:
-
Sutta Vibhanga
Bhikku Vibhanga berisi 227 peraturan, mencakup 8 jenis pelanggaran,
4 di antaranya menyebabkan dikeluarkannya bikkhu dari Sangha seumur hidup. Keempat
hal tersebut; berhubungan seks, mencuri, membunuh atau merencanakannya pada
manusia, dan berbohong telah mencapai kesucian.
-
Khandhaka
Terdiri dari kitab Mahavagga (peraturan-peraturan) uraian tentang
upacara pentahbisan Bikkhu dan sebagainya. Kitab Culavagga
(peraturan-peraturan) untuk menangani pelanggaran-pelanggaran.
-
Parivara
Ialah ringkasan pengelompokkan peraturan-peraturan Vinaya disusun
kembali dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.
2.
Sutta Pitaka Adalah bagian
kedua dari tiga bagian Tipitaka, yang terdiri lebih dari 10.000 sutta (ajaran)
berisi khotbah-khotbah, dalog dan tanya jawab Buddha Gautama dengan para siswa,
petapa, maupun orang lain.
Kitab ini terdiri atas
lima 'kumpulan' (nikaya) atau buku, yaitu:
- Dighanikaya, Dighanikaya terdiri dari 34 sutra panjang terbagi menjadi tiga vagga :
Sîlakkhandhavagga, Mahavagga dan Patikavagga.
- Majjhimanikaya, merupakan
buku kedua dari SuttaPitaka yang memuat kotbah-kotbah menengah.
- Angutaranikaya, merupakan
buku ketiga dari SuttaPitaka, yang terbagi atas sebelas nipata (bagian) dan
meliputi 9.557 sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk
memudahkan pengingatan.
- Samyuttanikaya, merupakan
buku keempat dari SuttaPitaka yang terdiri atas 7.762 sutta. Buku ini dibagi
menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta.
- Khuddakanikaya, terdiri atas 15 kitab.
a. Khuddakapatha, berisi empat teks: Saranattaya,
Dasasikkhapada, Dvattimsakara, Kumarapañha, dan lima sutta : Mangala, Ratana,
Tirokudda, Nidhikanda dan MettaSutta.
b. Dhammapada, terdiri
atas 423 syair yang dibagi menjadi dua puluh enam vagga. Kitab ini telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
c. Udana, merupakan
kumpulan delapan puluh sutta, yang terbagi menjadi delapan vagga.
d. Itivuttaka, berisi
110 sutta, yang masing-masing dimulai dengan kata-kata : vuttamhetambhagava
(demikianlah sabda Sang Bhagava).
e. SuttaNipata, terdiri
atas lima vagga : Uraga, Cûla, Maha, Atthaka dan ParayanaVagga. Empat vagga
pertama terdiri atas 54 prosa berirama, sedang vagga kelima terdiri atas enam
belas sutta.
f. Vimanavatthu, menerangkan
keagungan dari bermacam-macam alam deva, yang diperoleh melalui
perbuatan-perbuatan berjasa.
g. Petavatthu, merupakan
kumpulan cerita mengenai orang-orang yang lahir di alam Peta akibat dari
perbuatan-perbuatan tidak baik.
h. Theragatha, kumpulan
syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha
i. Therigatha, buku
yang serupa dengan Theragatha yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri
semasa hidup Sang Buddha.
j. Jataka, berisi
cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu.
k. Niddesa, terbagi
menjadi dua buku : Culla-Niddesa dan Maha-Niddesa.
l. Patisambhidamagga, berisi uraian skolastik tentang jalan
untuk mencapai pengetahuan suci
m. Apadana, berisi
riwayat hidup dari 547 bhikkhu, dan riwayat hidup dari 40 bhikkhuni, yang
semuanya hidup pada masa Sang Buddha.
n. Buddhavamsa, terdiri
atas syair-syair yang menceritakan kehidupan dari dua puluh lima Buddha, dan
Buddha Gotama adalah yang paling akhir.
o. Cariyapitaka, berisi
cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu dalam
bentuk syair, terutama menerangkan tentang 10 paramî yang dijalankan oleh
Beliau sebelum mencapai Penerangan Sempurna, dan tiap-tiap cerita disebut Cariya.
a.
AbbidharmaPitaka
Abidharma atau abhidhamma adalah kitab yang berisikan tentang uraian
mengenai filsafat, metafisika dan ilmu jiwa Buddha Dhamma yang terdiri dari
4200 Dhammakhandha.
AbbidharmaPitakajuga
berisi uraian filsafat Buddha-dharma yang disusun secara analitis
dan mencakup berbagai bidang seperti ilmu jiwa, sastra, logika, etika, dan
metafisika. Kitab ini terdiri dari 7 buah buku, yaitu: Dhammasangani, Vibhanga,
Dathukatha, Puggalapannatti, Kathavatthu, Yamaka, dan Patthana. Berbeda dengan
kitab Sutra Pitaka dan VinayaPitaka yang menggunakan bahasa naratif, sederhana
dan mudah dimengerti umum, gaya bahasa kitab AbbidharmaPitaka bersifat sangat
teknis dan analitis. Kitab ini
terdiri atas tujuh buah buku (pakarana), yaitu :
1. Dhammasangani, terutama menguraikan etika dilihat
dari sudut pandangan ilmu jiwa.
2. Vibhanga, menguraikan apa yang terdapat dalam
buku Dhammasangani dengan metode yang berbeda. Buku ini terbagi menjadi delapan
bab (vibhanga), dan masing-masing bab mempunyai tiga bagian : Suttantabhajaniya,
Abhidhannabhajaniya dan Pññapucchaka atau daftar pertanyaan-pertanyaan.
3. Dhatukatha, terutama membicarakan mengenai
unsur-unsur batin. Buku ini terbagi menjadi empat belas
bagian.
4. Puggalapaññatti, menguraikan mengenai jenis-jenis watak
manusia (puggala), yang dikelompokkan menurut urutan bernomor, dari kelompok
satu sampai dengan sepuluh, sepsertisistimdalan Kitab AnguttaraNikaya.
5. Kathavatthu, terdiri atas dua puluh tiga bab yang
merupakan kumpulan percakapan-percakapan (katha) dan sanggahan terhadap
pandangan-pandangan salah yang dikemukakan oleh berbagai sekte tentang hal-hal
yang berhubungan dengan theologi dan metafisika.
6. Yamaka, terbagi menjadi sepuluh bab (yang
disebut Yamaka) : Mûla, Khandha, Ayatana, Dhatu, Sacca, Sankhara, Anusaya,
Citta, Dhamma dan Indriya.
7. Patthana, menerangkan mengenai
"sebab-sebab" yang berkenaan dengan dua puluh empat Paccaya
(hubungan-hubungan antara batin dan jasmani).
Namun,
selain pengelompokan diatas, kitab-kitab agama Buddha juga dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu kitab-kitab Sutra dan kitab-kitab Sastra.
Budhisme
di India
Ø Masa
Perkembangan Awal
Beberapa minggu setelah Buddha
wafat, sekelompok Bhikkhu berusaha merubah aturan yang telah di tetapkannya
karena terasa berat dilaksanakannya dan dipertahankan, sementara lainnya
berusaha untuk memelihara kemurnian ajarannya dan memutuskan untuk mengadakan
pasamuan menyangkut ajaran-ajaran (dharma) . Seratus tahun kemudian muncul pula
sekelompok Bhikkhu yang menghendaki agar beberapa peraturan dari vinaya yang
mereka anggap keras dan membosankan rubah dan diperlunak, diselenggarakan
pasamuan agung kedua di Vesali. Kelompok yang ingin tetap mempertahankan
kemurnian vinaya (stavirada) berjumlah
lebih kecil dari pada kelompok yang menginginkan perubahan-perubahan
(Mahasanghika).
Ø Masa
Kekuasaan Raja Asoka
Agama Buddha berkembang menjadi
agama yang berpengaruh diseluruh India
dan mempunyai peranan dalam berbagai bidang kehidupan ,baik
sosial,kebudayaan,ekonomi maupun politik. Pembuatan piagam-piagam yang
dipahatkan pada tugu-tugu batu atau lereng-lereng gunung yang
ditandatanganinya, Dibawah kekuasaan raja Asoka ini pula diadakan pasamuan
agung ketiga pada tahun 249 S.M. di Pataliputra ,yang dimaksudkan untuk
meneliti kembali ajaran-ajaran Buddha. Diduga pasamuan ini hanya diikuti oleh
golomgan Theravada saja karena kitab-kitab mahayana tidak menyebutkannya. Hal
ini memperlihatkan bahwa pada waktu itu perpecahan antara kedua golongan
tersebut sudah cukup besar dan meluas.
Dalam pasamuan agung keiga tersebut
mulai tersusun kitab Abhidharma pitaka yang merupakan bagian dari Tripitaka,
serta tersusunnya kitab Tripitaka sebagaimana yang dapat dilihat sekarang ini,
sungguhpun belum dituliskan kedalam kitab-kitab dan masih dihafalkan saja.
Menjelang pertemuan berakhir, atas anjuran raja Asoka, diputuskan untuk
mengirimkan utusan- utusan ke berbagai negara untuk menyebarkan Dharma, antara
lain kesiria,Mesir,Yunani Macedonia,
India belakang dan asia tenggara. Salah seorang utusan yang dikirim itu adalah
Mahinda, putra raja Asoka sendiri, ke Srilangka yang hingga sekarang merupakan
salah satu pusat agama Buddha yang penting diDunia.
Ø Kemunduran
Agama Budha di India
Serangan bangsa Hun Putih dari
utara yang banyak menghancurkan pusat-pusat peribadatan agama Budha. Usaha
untuk mengatasi kemunduran tersebut juga ada, seperti yang dilakukan oleh
kaisar Harsya(606-647M), namun kemunduran itu agaknya sudah tidak dapat dicegah
lagi.
Muncul kembali persaingan dengan
agama Brahmana yang dimulai bangkit, setelah sempat terdesak oleh agama Budha
untuk jangka waktu yang cukup lama. Akan tetapi, yang paling terparah dari
semua itu adalah rusaknya kebatinan ajaran agama Budha dan perkembangan Islam
yang mulai menyebarkan ajarannya ke timur sejak abad ke-8 M.
Aliran Theravada dan Mahayana
lambat laun tersingkir dari tanah kelahirannya sendiri terutama karena peranan
sangha yang cukup besar dalam penyebaran agama Budha selama ini menjadi jauh
berkurang sejak abad ketujuh Masehi tersebut. Kemunduran peranan sangha ini
antara lain disebabkan banyaknya unsur non-buddhis yang masuk ke dalam. Agama
Budha, sehingga menyebabkan merosotnya penghargaan rakyat terhadap sangha dan
mengakibatkan berkurangnya dana yang diterimanya.
Budhisme di Cina dan aliran-alirannya
Tidak di ketahui secara pasti kapan
agama Budha masuk ke cina, namun pendapat yang umumnya diterima ialah pada
permulaan dinasti Han, ketika kaisar Ming Ti (58-76 M) mengirimkan utusan ke
India untuk meniliti agama Buddha. Perkembangan awal agama tersebut di Cina
yang telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan karena mendapat perlawanan
dan tantangan dari kepercayaan dan filsafat asli cina yang telah berkembang
sebelumnya, seperti yang di ajarkan oleh konfusius, di samping ajaran dan
filsafat Buddha dianggap terlalu kaku dan metafisis sehingga dirasakan sangant
bertentangan dengan alam pikiran cina yang praktis dan materialistik.
1.
Aliran Dhyana
Berikut ini penjelasan Dhyana :
- Dhayana
ke-1.
Dia (yakni bodhisattva ) bebas dari kesenangan hawa nafsu dan keadaan pikiran
yang buruk dan tercela, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-1, yang timbul
dari pengasingan, dan berhubungan dengan kesenengan dari kegembiraan, dan
timbul dari penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan infestigasi.
- Dhyana
ke-2.
Dengan penghentian dari refleksi dan investigasi, dia, tenang di hati,
mengkonsentrasikan pikirannya pada satu titik, memperoleh dan tinggal dalam dhyana
ke -2. Yang berhubungan dengan kesenangan dan kegembiraan, dan timbul dari
penuh konsentrasi di dalam ketiadaan dari refleksi dan investigasi.
- Dhyana
ke-3.
Setelah meninggalkan kemelekatan pada kesenangan, dia tetap hampir tidak
berubah, sadar, dan memiliki dirinya sendiri berpengalamandalam tubuhnya
kesenangan yang orang mulia menguraikan sebagai tinggal dalam ketenangan hati,
kewaspadaan, dan kebahagiaan, memperoleh dan tinggal dalam dhyana ke-3 dimana
tanpa kesenangan.
- Dhyana
ke-4.
Karena bebas dari sakit dan kesenengan dan hilangnya yang dulu mengenbai
kegirangan hati dan kkecewaan, dia memperoleh dan tinggal dalam dhyana
ke-4, dimana tidak sakit begitu juga senang, yang murni mutlak melalui
ketenagnagn dan kewaspadaan.
- Dhyana
ke-5.
Dia melebihi semua persepsi mengenai bentuk materi, melenyapkan persepsi akan
daya tahan , tidak menaruh perhatian terhadap persepsi mengenai perbedaan,
menyadari bahwa ruang adalah tidak terbatas dan memperoleh dan tinggal dalam
ruang pola yang terbatas.
- Dhyana
ke-6.
Kesadaran yang tidak terbatas. Dia melebihi semua ruang bola yang tak terbatas,
menyadari bahwa kesadaran ialah tak terbatas memperoleh dan tinggal dalam
bidang kesadaran yang tidak terbatas.
- Dyhana
ke-7.Alam dari tidak ada apa-apanya. Dia melebihi semua
bidang kesadaran yang tak terbatas, menyadari bahwa tiada apa-apa memperoleh
dan tinggal dalam ruang yang tiada apa-apa.
2. Aliran
cen yen
I-tsing
pada abad ke-7 tiba di Nalanda, beliau berusaha untuk memahammi aliran Tantra
Mahayana ini. Kemudian pusat aliran Tantra Mahayan ini pindah ke India Timur
sebagai pusatnya yakni di Universitas Vikramasiladari sekte Vajrayana, dari
sana dibawa oleh Padmasambhava ke tibet yang kemudian berhubungan langsung
dengan Lamaisma Tibet.
Yogacara
adalah nama sekte dari Mahayana yang diperkenalkan oleh asanga dan saudaranya
vasubandhu. Doktrinnya dikenal sebagai Vijnanavada dan pengikutnya disebut
Vijnanavadin. Pandangan yogacara juga berasal dari Madhyamika, yaitu vijnana
(kesadaran) adalah nyata, sedangkan obyek kesadaran adalah tidak nyata,
filsafat Madhyamika bahwa baik subyek maupun obyek kedua-duanya di dalam
kesadaran adalah tidak nyata (realitas adalah sunyata bagi Madhyamika).
Menurut yogacara kejadian dari ilusi menunjukan bahwa kesadaran dapat mempunyai
isi tanpa adanya suatu hubungan obyek yang diluar pada kesadaran itu. Ini
menunjukkan “Murti” sifata dasar yang dimiliki sendiri mengenai kesadaran, oelh
akrena itu apa yang dinamakan obyek atau isi hasil dari kesadaran adalah hasil
dari suatu perubahan kesadaran bagian dalam, salah satu karya Asanga adalah
yogacara –bhumi Sastra.
3. Aliran
Vinaya
Sekte
Vinaya ini didirikan di Tiongkok pada waktu dinasti T’ang abad ke-6 oleh bhiksu
Tao Hsuan. Sesuia dengan namanya, sekte ini sangat menitikberatkan pada
kitab-kitab Vinaya. Sejak agama buddha masuk ke Tiongkok pada abad ke 1 M
sampai dengan abad ke-4 M, belum semua kitab Viyana ada secara lengkap sebagai
pedoman bagi para bhiksu di Tiongkok. Bhiksu Fa Hsien pergi ke India melalui
jalan darat dengan berjalan kaki dan kembali ke Tiongkok melalui Srilanka
dengan kapal laut (399-414 M) untuk mengambil kitab-kitab viyana.
Kitab- kitab suci Vinaya dalam
bahasa sansekerta dijadikan sebagi pedoman mereka :
1.
Brahmajala Sutra (Fan Wang Ching)
terjemahan Kumarajiva tahun 406 M sebagai kitab pedoman utama.
2.
Catuh Vinaya (empat disiplin) yaitu :
o
Mahasanghika Vinaya (Ta Seng Che Lu )
terjemahan Buddhabandra (405 M ) dalam bahasa mandarin sebanyak 40 jilid
(Chuan)
o
Sarvastivada Vinaya (Se Th’ung Lu)
terjemahan punyatara (404-406M) dalam bahasa mandarin sebanyak 61 jilid,
o
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu )
terjemahan Buddhayasa (405 M) dalam bahasa mandarin sebanyak 60 jilid,
o
Mahisaka Vinaya (U Pu Lu ) terjemahan
Buddhajiva (423 M ) dalam bahasa Mandarin sebanyak 30 jilid.
Pratimoksa dalam aliran Mahayana adalah berdasrakan
Dharmagupta Vinaya (She Fen Lu) berisikan 250 pasal, dan disebut juga Vinaya
empat bagian (She Fen Lu), sedangkan peraturan Bodhisattva Sila berdasarkan
Brahmajala Sutra berisikan 58 pasal. Sekte Vinaya ini juga berkembang sampai ke
Jepang dan korea. Tahun 754, bhiksu Ch’ien Chen datang ke Nara – jepang
mengajarkan Vinaya kepada para bhiksu jepang. Sekte Vinaya ini adalah aliran
Mahayan yang didirikan di Tiongkok.
KEYAKINAN TERHADAP NIBBANA
A.
Pengertian
Nibbana dan
sifat-sifatnya
Nibbana adalah tujuan akhir ajaran Buddha. Lantas, apakah Nibbana
itu? Tidak mudah untuk mengetahui apa Nibbana itu sebenarnya; lebih
mudah mengetahui apa yang bukan Nibbana.
Nibbana mempunyai pengertian khusus
untuk menggambarkan akhir proses yang terjadi dalam diri manusia, yang berbeda
dengan konsep sorga maupun neraka, ataupun arti yang identik dengan itu dalam
agama Islam, Kristen, maupun Hindu. Radhakrishnan memberikan pengertian nibbana
sebagai bebas dari kelahiran kembali, berakhirnya rantai kehidupan, paniadaan
keinginan, dendam dan kebodohan teratasi, maka tercapailah nibbana yang mutlak.
Nibbana adalah suatu “keadaan”,
seperti diajarkan oleh Sang Buddha, Nibbana adalah keadaan yang pasti setelah
keinginan lenyap. Api menjadi padam karena kehabisan bahan bakar. Nibbana
adalah padamnya keinginan, ikatan-ikatan, napsu-napsu, kekotoran-kekotoran
bathin. Dengan demikian, Nibbana adalah Kasunyatan Abadi, tidak dilahirkan
(na-uppado-pannayati), tidak termusnah (na vayo-pannayati), ada dan tidak
berubah (nathitassannahattan-pannayati).
Nibbana adalah sebuah kondisi yang tidak dapat dibandingkan dengan yang
lain dengan cara apapun. Nibbana tidak seperti kondisi keduniawian
maupun manapun. Sebenarnya, nibbana adalah
negasi dari kondisi duniawi. Kita tidak dapat menciptakan nibbana karena
nibbana melampaui semua sebab dan akibat, tetapi kita dapat menciptakan
kondisi untuk merealisasikan nibbana, yang dinamakan segala tindakan
yang menuntun kebebasan dari kotoran batin.
B.
Pengertian
jalan menuju Nibbana
Jalan menuju ke Nibbana adalah jalan tengah (Majjima Patipada)
yang menghindari ekstrim penyiksaan diri yang melemahkan kecerdasan dan ekstrim
pengumbaran nafsu yang menghalangi kemajuan moral.
Jalan untuk mencapai Nibbana
-
Sila artinya Tata hidup yang susila dan beradab
1.
Ucapan
Benar (Samma Vacca)
Syarat-syarat Ucapan benar:
Ø Kata-kata itu benar
Ø Kata-kata itu beralasan
Ø Kata-kata itu berfaedah
Ø Kata-kata itu tepat pada waktunya
2.
Perbuatan
Benar (Samma kammanta)
Untuk perbuatan benar duniawi (Lokiya Samma Vaca), yaitu:
Ø Menghindari pembunuhan
Ø Menghindari pencurian
Ø Menghindari perjinahan
Untuk perbuatan benar luhur (Lokuttara Samma Vaca), yaitu: Tidak melakukan tiga perbuatan salah, dan berhubungan dengan jalan
suci.
3.
Penghidupan
atau Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva)
Penghidupan
benar adalah faktor sikap moral mengenai bagaimana kita mencari nafkah dalam
masyarakat.
Untuk mata pencaharian duniawi, orang harus menghindari pencaharian
salah dan melaksanankan mata pencaharian benar, yaitu:
Ø Penipuan
Ø Ketidaksetiaan
Ø Penujuman
Ø Kecurangan
Ø Memungut
bunga yang tinggi (praktek lintah darat).
Harus
menghindari lima macam perdagangan:
Ø Perdagangan
alat-alat senjata
Ø Berdagang
mahluk hidup
Ø Berdagang
daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan makhluk-makhluk hidup
Ø Berdagang
minuman yang memabukkan, yang bisa menimbulkan ketagihan
Ø Berdagang
racun.
Untuk
mata pencaharian benar luhur:
Tidak melaksanakan mata pencaharian yang salah,
dan berhubungan dengan jalan suci..
-
Samadhi artinya Pembinaan diri/ mental
4.
Usaha/Daya
Upaya Benar (Samma vayama)
5.
Perhatian
Benar (Samma sati) atau ada juga yang menyebut dengan penyadaran benar
6.
Konsentrasi
atau Meditasi Benar (Samma samadhi), atau dapat disebut dengan
pengheningan benar.
-
Panna artinya Kebijaksanaan/ kebijaksanaan luhur
Untuk melenyapkan penderitaan, keinginanan harus diatasi dengan
sempurna dan untuk selama-lamanya. Dan lenyapkan
keinginnmu dengan menembus kebijaksanaan yang tertinggi, itu lah Panna yang meliputi:
7.
Pengertian
Benar (Samma ditthi), atau dapat disebut juga dengan pandangan benar.
Pandangan benar dijelaskan sebagai mengetahui pengetahuan akan
empat kebenaran mulia.
Pandangan benar ini adalah:
1.
Menembus
empat kasunyatan
2.
Menembus
tiga corak umum, ialah barang siapa menyelami, bahwa bentuk jasmani (rupa),
perasaan (vedana), pencerapan (sanna), bentuk-bentuk mental (sankhara) dan
kesadaran (vinnana) adalah fana, terpengaruh oleh derita dan tanpa diri
(anatta), dialah orangnya yang memiliki pandangan benar.
3.
Menembus
pokok permulaan sebab akibat yang saling bergantungan, ialah sesungguhnya.
8.
Pikiran
Benar (Samma sankappa), atau disebut juga dengan perniatan benar.
Jika
seseorang memiliki pandangan benar, ia mengembangkan perniatan benar juga.
Faktor ini kadang-kadang disebut sebagai pemikiran benar, kehendak benar, atau
gagasan benar.
Pikiran
Benar atau Samma Sankappa adalah:
Untuk
pikiran Benar Dunia (Lokkiya Samma Sankappa) adalah:
Ø Pikiran yang bebas dari hawa nafsu (nekhama sankappa)
Ø Pikiran yang bebas dari kebencian (avyapada sankappa)
Ø Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihimsa sankappa)
Meditasi
dalam Buddhisme
Pengertian Meditasi
Meditasi
adalah membiasakan diri kita agar senantiasa mempunyai sikap yang positif,
realistis, dan konstruktif. Dengan bermeditasi kita dapat membangun kebiasaan
baik dari pikiran kita. Meditasi dilakukan dengan pikiran, artinya meskipun
kita duduk dengan sikap sempurna, melaksanakan meditasi dalam waktu yang cukup
lama, naming pikiran kita berlari kesana kemari dengan liar, dan memikirkan
objek-objek kemelekatan, itu bukanlah meditasi.
Macam-macam Meditasi Budha
Meditasi Buddhis ada dua macam yakni,
sebagai berikut:
1.
Meditasi Samatha-Bhavana
yakni meditasi untuk mencapai keterangan hidup. Dalam abad nuklir ini, dimana
kehidupan terasa semakinkeras dan kompleks, memang sangat dibutuhkan meditasi
samatha bhavana ini, untuk menghilangkan stress, frustasi dan untuk menciptakan
ketenangan batin.
2.
Meditasi Vipassana-Bhavana,
yakni mediatsi yang dapat membersihkan kekotoran bathin dan pikiran secara
total, sehingga kita dapat mencapai pandangan terang.
Tujuan Meditasi
Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin
yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama
pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan
ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran ke sana ke mari, pikiran tidak
melamun dan mengembara tanpa tujuan.
Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin
tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat
diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertudur di tanah.
Denagn demikian Samatha, Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkatan
konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai kekuatan batin.
Sesungguhnya
pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran
hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan
terang atau Vipassana Bhavana.
Vipassana Bhavana merupakan pengembangan
batin yang bertujuan untuk mencapai pandanga terang. Dengan melaksanakan
Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran bati dapat disadari dan kemudian dibasmi
sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat
melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkram
oleh anicca (ketidakkekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang
kekal. Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju kea rah pengembangan
batin, pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
Sesungguhnya dalam kitab suci telah ditulis
bahwa "Hanya dengan pandanga terang inilah kita dapat menyucikan diri
kita, dan tidak dengan jalan lain".
a.
Obyek
Obyek
yang dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh
kasina, sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamanna, satu
aharapatikulasanna, satu catudhatuvavattanha, dan empat arupa. Sebaliknya, obyek yang dipakai dalam
Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau empat
satipatthana.
b.
Penghalang
Dalam
melaksannakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang bermeditasi sering
mendapat gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima nivarana dan sepuluh
palibodha. Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, terdapat pula rintangan-rintangan
yang dapat menghambat perkembangan pandangan teran, yang disebut sepuluh
vipassanupakilesa.
Faedah Bhavana
1.
Membebaskan
diri dari ketegangan dan mendapatkan relaksasi atau pelemasan.
2.
menenangkan
diri dari kebingungan dan mendapatkan ketenangan.
3.
Menimbulkan
ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan
4.
Mendapatkan
kepercayaan kepada diri sendiri bagi orang yang kurang percaya diri.
5.
Mendapatkan
pengertian terhadap keadaan atau sifat yang sebenarnya dari hal-hal yang
menybabkannya takut dan selanjutnya dia akan dapat mengatasi rasa takut itu
dalam fikirannya.
6.
Bagi orang yang
ragu-ragu dan tidak begitu tertarik kepada agama, meditasi akan menolong dia
untuk nengatasi keragu-raguannya itu dan untuk melihat segi-segi serta
nilai-nilaiyang praktis dalam bimbingan agama.
7.
Bagi orang yang
mudah marah, meditasi akan menolong dia mengembangkan kekuatan kemauan untuk
mengatasi kelemahan-kelemahannya.
8.
Bagi oarang
yang bersifat iri hati, meditasi akan menolong dia untuk pengertian tentang
bahayanya sifat iri hati itu.
AJARAN
TENTANG SANGHA
A. Tingkat
kesucian dan kedudukan Sangha
Sangha adalah bentuk masyarakat
keagamaan yang terbuka bagi setiap umat untuk masuk dan bergabung ke dalamnya,
dengan melalui tahap-tahab tertentu, baik pria ataupun wanita. Seseorang yang
masuk dan bergabung ke dalam sangha berarti akan hidup dalam ‘Wihara’(biara)
tanpa lagi memiliki rumah tempat kediaman dan hidup sebagai petapa.
1. Sammuti Sangha = persaudaraan
para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.
2.
Ariya Sangha = persaudaraan
para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Tingkat kesucian yang mereka capai itu mulai
dari:
·
Sotapatti (tingkat pertama) adalah di mana seseorang masih harus menjelma tujuh kali lagi sebelum
sampai nirwana.
·
Sakadagami
(tingkat kedua) adalah di mana seseorang itu harus menjelma sekali lagi sebelum
mencapai nirwana.
·
Anagami
(tingkat ketiga) adalah dimana seseorang tidak perlu lagi menjelma untuk
mencapai nirwana, namun ia harus mematahkan belenggu ‘kamaraga’ (kecintaan
indrawi), ‘pategha’ (kemarahan atau kebencian).
·
Arahat
(tingkat keempat), di mana seseorang itu harus mematahkan belenggu:
- Keinginan untuk hidup dalam
ruparaga (bentuk)
- Keinginan untuk hidup arupara
(tanpa bentuk)
- Kecongkakan (mano)
- Kegoncangan batin (udaccha)
- Kekurangan kebijaksanaan (avijja)
B. Kedudukan Sangha
Sangha itu tidak berkewajiban apapun
terhadap umat Budha yang sifatnya lahiriah. Namun ada hubungan rohaniah di mana
para anggota Sangha merupakan:
-
Teladan
cara hidup yang suci
-
Menyampaikan
dharma atas permintaan umat
-
Membantu
umat Budha dengan nasihat atau penerangan batin dalam suka dan duka.
-
Sangha
tidak dapat dipisahkan dari dharma dan Budha, oleh karena ketiganya adalah
‘Triratna’
C.
Cara dan
Persyaratan untuk menjadi seorang Bhikku atau Bhikkuni
Bhikku atau Bhikkuni adalah seorang yang kehidupannya sudah tidak
lagi mencampuri urusan duniawi, telah mejalani kehidupan suci dan patuh serta
setia mengayati dean menhamalkan Budha Dharma, patuh menjalankan pratomoksa
(sila-sila untuk para Bhikku dan Bhikkuni) terdapat dalam buku Budha Mahayana
yakni Paccimovada Pari Nirvana Sutra terjemahan oleh Kumarajiva
Seorang yang mengikuti persaudaraan para Bhikku atau Bhikkuni,
untuk pertama kalinya akan menerima ‘jubah kuning, terlebih dahulu
menjadi calon ‘semantara’ dengan menepati sepuluh janji(dasa sila),
tekun mempelajari Dharma, dan menggunakan waktu luangnya untuk perenungan suci
dibawah asuhan seorang Bhikku atau Bhikkuni sebagai gurunya (acarya)
yang dipilihnya sendiri. Setelah selesai melaksanakan semua itu, maka
barulah ia diterima sepenuhnya menjadi
Bhikku dalam suatu upacara ‘upasampada’ (penahbisan)yang dihari oleh
para sepupuh atau Thera. Jika ia wanita maka pentahbisannya dilakukan
dua kali, pertama oleh Bhikku dan kemudian oleh Bhikku Sangha. Setelah
itu, barulah ia menjdi Bhikku atau Bhikkuni.
Sesudah menjadi Bhikku atau Bhikkuni maka ia harus menjalani hidup
bersih dan suci sebagaimana ditentukan dalam ‘Vinaya Pitaka’, yaitu
melaksnakan 227 peraturan yan antara lain tentang :
1.
Paraturan
tata-tertib lahiriah,
2.
Peraturan cara
menggunakan pakaian, makanan dan kebetuhan hidup lainnya,
3.
Cara menanggulangi
nafsu keinginan dan rangsangan batin,
4.
Cara memperoleh
pengetahuan batin yang luhur untuk penyempurnaan diri.
D. Kelompok Awam Buddha
Secara
kelembagaan, umat Buddha dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
masyarakat kewiharaan atau sangha dan kelompok masyarakat awam. Kelompok
pertama terdiri dari para Bhikkhu, Bhikkhuni, samanera dan samaneri. Mereka
menjalani kehidupan suci untuk meningkatkan nilai-nilai kerohanian dan
kesusilaan serta tidak menjalani hidup keluarga.
Kaum awam,
ialah yang mengakui Buddha sebagai pemimpin keagamaanya dan tetap hidup di
dalam masyarakat dengan berkeluarga. Pada hakekatnya para kaum awam tidak dapat
mencapai nirwana. Sekalipun demikian kedudukan mereka adalah sangat penting,
mereka sudah bverada pada awal jalan yang menuju kepada kelepasan.
Pada umumnya
yang dimaksud dengan umat Budha yang awam terdiri dari orang-orang yang telah
mengakui Sang Budha sebagai pemimpin dan gurunya, mengakui dan meyakini
kebenaran ajaran Budha serta berusaha dengan sungguh-sungguh melaksanakan
ajarannya. Mereka yang mengakui keagamaan Budha ini disebut Upasaka dan Upasaki.
Pengakuan
terhadap agama Budha tersebut dinyatakan dengan niat dan tekad untuk berlindung
kepada Budha, Dharma dan Sangha dengan mengucapkan ‘Trisarana’ yang berbunyi:
‘Buddhang
Saranang Gacchani, Dhammang Saranang Gacchani, Sanghang sarang Gacchani’.
Artinya : ‘Saya berlindung kepada
Budha, saya berlindung kepada Dharma, saya berlindung kepada Sangha’.
Setelah
mengucapkan Trisarana tersebut seorang Upasaka atau Upasaki terikat secara
Rohaniah untuk melaksanakan dan mengamalkan ajaran Sang Budha dalam
kehidupannya sehari-hari.
Dilihat dari
tingkatan pemahaman seseorang terhadap ajaran Budha dan tanggung jawab
keagamaannya, maka kelompok masyarakat Budha Awami ini dapat dibedakan sebagai
berikut :
1.
Upasaka dan
Upasaki yang benar-benar awam keagamaannya.
2.
Yang disebut
Bala Anupandita, Anu Pandita dan Pandita
adalah mereka yang menjalankan tugas sebagai penyebar dharma dan bergabung
dalam organisasi umat Budha.
3.
Maha Upasaka,
ialah para pandita yang mengurus administrasi dan soal-soal teknis.
4.
Maha Pandita
adalah para Pandita yang mengurus khusus masalah keagamaan.
5.
Anagarika
adalah orang awam Budha yang diakui memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
mengamalkan ajaran Budha Gautama.
Buddhisme
di Korea dan Thailand
Buddhisme
di Korea pertama kali diperkenalkan ke Korea dari Cina pada masa kerajaan
Goguryeo
pada tahun 372. Setelah itu, pada tahun 384, seorang biksu dari India yang melewati Cina Selatan
memperkenalkan agama Buddha ke kerajaan Baekje. Di kerajaan
Silla, agama
Buddha mulai diintroduksikan oleh seorang biksu Goguryeo pada tahun 527 dan
mulai menyebar dengan pesat sehingga berbenturan dengan kepercayaan tradisional
rakyatnya. Pada awal abad ke-6, Silla mulai mengadopsi Buddhisme sebagai agama
negara berkat seorang martir bernama Yi Cha-don. Agama Buddha tidak
hanya dianut oleh masyarakat banyak, namun raja dan bangsawan Silla serta
Baekje menjadi pengikut Buddhisme.
|
Buddisme di Jepang dan Aliran-Aliranya
Agama Buddha masuk ke Jepang
diperkirakan pada abad ke-6. ketika sebuah kerajaan kecil di Korea mengirimkan
sebuah delegasi kepada Kaisar Kimmeo Tenno di Jepang. Di samping membawa
hadiah, delegasi tersebut juga meminta agar kaisar dan rakyatnya memeluk agama
Buddha. Suku Soga menerima agama ini, tetapi suku-suku lainnya menolak karena
dianggap menghina kepercayaan mereka, terutama para dewa mereka.
A.
Aliran Zen
Zen adalah salah satu aliran Buddha
Mahayana. Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.Sedangkan bahasa Sansekerta nya,
Dhyana.Di Cina dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran Zen memberikan
fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan. Aliran Zen dianggap bermula dari
Bodhidharma. Ia
berasal dari India dan meninggalkan negaranya menuju ke tiongkok, lalu berdiam
di kanton pada tahun 520 M Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di
tiongkok. Aliran Zen asli kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui
Neng.Setelah itu aliran Zen berpencar di Tiongkok, dan Jepang.
Aliran Chan / Zen itu bersikap agak
bebas terhadap mempelajari berbagai Mahayana-Sutras, tidak hendak mengikatkan
diri kepada Sutras tertentu.Begitupula terhadap berbagai aliran filsafat dan
theogoni didalam madzhab Mahayana.Bahkan tidak hendak memperbincangkannya secara
serius.Aliran ini lebih mengutamakan pendekatan secara kerohanian (intuitif)
untuk mencapai kesadaran tertinggi.
Titik berat ajaran ini lebih
mengutamakan disiplin, yakni : ketaatan dan kidmat yang sepenuh-penuhnya kepada
sang guru, Cuma sang guru saja resmi dan pasti dapat menuntun seseorang murid
kepada pencerahan dan kebenaran, guna mencapai kepribadian-Budha. Karena aliran
ini berkeyakinan bahwa kepribadian Budha itu hidup membenam dalam diri manusia,
dan melalui renungan di dalam Samadhi, maka kepribadian-Budha itu dapat
dilihat. Samadi yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu :
§ Tathagatha-Meditation,
yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan.
§ Patriarchal-Meditation,
yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodhidharma, yaitu meniadakan
pikiran dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian-Budha.
Menurut aliran ini, bukanlah dengan kepercayaan yang
dapat membawa manusia identik dengan Budha, melainkan dengan tafakkur yang
dalam.Aliran ini berfaham Pantheistis (kesatuan dewa dengan alam
semesta).Manusia dapat menjadi identik (sama) dengan Budha bilamana ia
melakukan Meditasi yang dalam berdasarkan intuisi. Meditasi demikian kemudian
dipengaruhi oleh Taoisme. Meditasi adalah latihan yang diterima secar universal
oleh semua filsuf, orang suci, dan petapa India dan Budha tidak memiliki alasan
untuk menolaknya.Sebenarnya praktik meditasi merupakan salah satu ciri
kebudayaan moral di Timur.
Dalam perkembangannya, Zen di
Jepang terbagi dalam aliran Soto Zen dan Rinzai Zen. Aliran Soto mengembangkan
ajaran pencerahan yang hening.Ciri aliran ini adalah ketenangan, menekankan
kerja dalam keheningan serta kepatuhan. Metode yang dilakukan untuk mencapai ketenangan
adalah melalui Za-zen, yaitu meditasi dalam posisi duduk bersila.
Aliran Rinzai berusaha mencapai
penerangan dengan menggunakan penerangan cara Koan dan Mondo. Koan dan Mondo
merupakan usaha untuk mencapai penerangan secara aktif.Aliran ini sifatnya
lebih dinamis dan aktif dibanding aliran Zen. Koan adalah suatu problem semacam
teka-teki, kecuali untuk pikiran yang sadar koan biasanya terdiri dari satu
kata atau frasa tanpa arti, atau sebyah pernyataan yang tampaknya nonsense dari
sudut pandang umum.Namun koan bertindak sejenis cantelan yang dengan itu pikiran
dapat terkait sendiri sejenis cantelan yang dengan itu pikiran dapat terkait
sendiri sehingga dapat menyisihkan pemikiran-pemukiran yang ngawur dan
pertimbangan-pertimbangan intelektual. Contoh-contoh koan yang diberikan kepada
para pemula adalah Mu, yang secara literal berarti “tidak ada apa-apa”,
Sekishu, yang berarti “suara satu tangan”, soku shin souk butsu, artinya “satu
pikiran, satu budha” Honrai-nomemmoku “bagaimana wujud aslimu sebelum ayah dan
ibumu memperanakkan kamu?” dan Nanimono ka immoni kitaru?, yang berarti
“darimana Anda datang?”
2.
Aliran Amida
Sekte Amida,
atau sering disebut dengan nama ‘Tanah Suci’, mengemukakan ajaran keselamatan
dengan cara mempercayai Buddha secara mutlak dan menyebut Amida, seseorang yang
akan mendapat keselamatan. Objek pemujaannya adalah patung Amida Buddha serta
dilengkapi dengan patung Bodhisatwa Kwan On dan patung Deiseishi.
Kita mengenal adanya
Amitabha Buddha berdasarkan sabda Sakyamuni Buddha yang tercatat didalam
beberapa kitab suci, antara lain : Amitayurdhyana Sutra, Maha Sukkhavativyuha
Sutra, Sukhavativyuha Sutra, dan sutra-sutra lainnya. Ketiga sutra ini adalah
sutra pokok bagi agama Buddha Mahayana aliran Tanah Suci (Pure Land).
Amitabha/Amitayus Amita
Buddha mengandung falsafah beliau yang telah mengatasi ruang dan waktu, juga
merupakan lambang dari cinta kasih, berkah karunia dan kebijaksanaan yang tak
terbatas. Didalam Maha Sukhavativyuha Sutra dikatakan bahwa sebelum menjadi
Buddha Amitabha, dulunya beliau adalah seorang bhiksu bernama Bhiksu Dharmakara,
yang hidup dijaman Buddha Loke vara-raja, dimana Bhiksu Dharmakara telah
mengikrarkan 48 prasetya agung/janji suci tentang negeri Buddha-Nya yang akan
terwujud apabila Dia mencapai penerahan sempurna (Amuttara Samyaksambodhi).
3.
Aliran Nichiren
Sozu
Agama Buddha
menyebar dari India ke Tiongkok, lalu ke Korea, dan dari Korea lalu masuk ke
Jepang. Berbeda dengan agama lain, agama Buddha sangat terbuka alias terus
terang mengungkapkan dasar pokok pendirian sektenya, atau alasan Buddhaloginya.
Dalam terminologi buddhisme dinamakan dasar sutra. Sutra adalah catatan
tertulis dari ajaran sang Buddha Sakyamuni, dan jumlahnya mencapai puluhan ribu
buah. Secara logika tentunya teramat sulit untuk mengetahui apa lagi memahami
dan menguasai semua sutra-sutra itu. Sehingga secara aktual penganut awan
Buddhisme biasanya mengacu kepada Bhikku sebagai guru dharma pribadi
masing-masing. Setelah Sang Buddha Sakyamuni meninggal, Air Dharma diwariskan
kepada Ananda, dan Ananda mewariskan kepada penerus-penerus berikutnya antara
lain Nagarjuna, Vashubandu, Tien Tai, Dengyo dan seterusnya. Kalau dilihat dari
dasar buddhalogi, Nichiren Shoshu berawal dari Saddharma Pundarika Sutra versi
terjemahan dari Kumarajiva, serta Sastra Ichinen Sanzen, Hokke Mong-gu, dan
Hokke Geng-gi, karya maha guru Tien Tai, maha guru Mio Lo, maha guru Dengyo.
Setelah
lebih dari 20 tahun mempelajari berbagai sutra dari sekte-sekte di berbagai
kuil, maka beliau berkesimpulan hanya Saddharma Pundarika Sutra yang merupakan
sebagai ajaran terpokok dari Buddha Sakyamuni yang bisa menyelamatkan umat
manusia dari berbagai penderitaan hidup dan mati. Sejak itu beliau menyebut
diri Nichiren.
Yang bertujuan untuk mengembalikan
ajaran Budha kepada bentuk yang murni yang akan menjadikannya dasar bagi
perbaikan masyarakat jepang, dan menolak ritualisme dan sintementalisme aliran
tanah suci, melawan semua kesalahan, agresif, patriotis tetapi eksklusif
ALIRAN
MAHAYANA DAN HINAYANA
A.
Aliran
Hanayana
Mahayana merupakan Aliran Buddha yang memperkenalkan unsur
mistik dan kemungkinan semua orang dapat menikmati nirvana yang utuh dan para Penganut
aliran Mahayana mengembangkan sebuah anggapan bahwa ajaran mereka lebih meluas,
superior dan memiliki doktrin yang lebih tinggi dari pada Hinayan.
Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha (besar) dan
yana (kendaraan), jadi secara etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha
merujuk pada tujuan religius seorang buddhis yaitu menjadi Bodhisatva
Samasamboddhi (Buddha sempurna). Bagi
pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Budha hanya dapat mecapai
Nirwana kalau mendapat bantuan para orang suci yang telah mendahului mereka dan
lelah menempati kedudukan baik di nirwana tersebut. Sutra Teratai
merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana.
Tokoh Kwan
Im yang bermaksud "maha
mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara"
merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis
beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran.
B.
Aliran
Hinayana
Kata hiinayaana berasal dari 2
kata, yaitu ”hiina” dan ”yana”. Kata ”yana” berarti kendaraan, tidak ada yang
berselisih paham mengenai kata ini. Sedangkan beberapa orang mengatakan kata
”hiina” adalah lawan dari kata ”maha”,
juga memiliki dua arti yaitu ”kualitas rendah”
dan ”kuantitas sedikit”, “kapasitas
sedikit”, ”kapasitas kecil”, jadi artinya mengalami distorsi dari ”kualitas
rendah/buruk” menjadi ”kuantitas sedikit”,
“kendaraan kapasitas rendah”.
Di
mulai pada Sidang Agung Sangha ke-2 dimana Buddhisme terbagi menjadi 2:
-
Kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, Mahasanghika
yang merupakan cikal bakal Mahayana
-
Kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok
yang ingin perubahan Vinaya, disebut Sthaviravada.Sidang Agung Sangha ke-3 (abad ke-3
SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada.
Perbedaan dan persamaan
Perbedaan lain antara Mahayana dan Hinayana adalah sebagai berikut:
- Mahayana menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasi dari proyeksi yang absolut, sedangkan dalam Theravada/Hinayana beliau dianggap sebagai manusia normal yang mempunyai kekuatan lebih. Mahayana memandang Buddha adalah transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi dalam Hinayana Buddha dipuja layaknya seorang guru yang membimbing ke kesucian tidak dilebih-lebihkan.
- Nibbana hanya dapat dicapai oleh usaha sendiri. Mahayana percaya bahwa nibbana dapat tercapai melalui bantuan orang luar.
- Menurut Hinayana Nibbana adalah tujuan tertinggi dari seseorang sedangkan Mahayana memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus dilalui sebelum mencapai Kebuddhaan.
persamaan yang mencolok di antara ajaran
itu adalah sebagai sama-sama mengakui
Buddha Sakyamuni sebagai guru agung yang telah tercerahkan, bersumber pada kitab
Suci Tipitaka (Pali=Hinayana) atau Tripitaka (Sanskrit=Mahayana), mengakui bahwa
keberadaan suatu individu adalah penderitaan dan menginginkan terbebas dari
penderitaan dengan melenyapkan
Lobha/raga, dosa/dvesa dan Moha, mengakui
hukum karma/kamma,
kelahiran kembali, hukum sebab-musabab yang saling bergantungnan, mengakui Empat
Kesunyataan Mulia,
anicca/ksanika, dukkha/santana, dan anatta/anatmakam, 37 Bodhipaksyadhamma/ Bodhipakiyadhamma
Aliran
Tantrayana
Fase ketiga dari perkembangan Agama Budha ialah
Tantrayana (Fase pertama ialah Hinayana, dan fase kedua adalah Mahayana), dan
merupakan fase yang paling penting dalam agama Budha di india. Fase ini mulai
sekitar tahun 500 Masehi. Dan berakhir sampai tahun 1000 Masehi. Yang paling
menarik dari fase ini adalah cosmical-soteriogical (yang berhubungan dengan
keselamatan). Sifat dasar dominan dari Tantrayana adalah occultism (kegaiban).
Penekanan utama adalah penyesuaian dan harmonis dengan kosmos dan pencapaian
penerangan dengan mantra atau metode gaib. Bahasanya kebanyakan Sansekerta atau
Apabhramsa.
Aliran
Mantrayana
Mantrayana, dimulai pada abad ke-4
dan mendapat momentumnya setelah abad ke-5. Apa yang telah dilakukannya telah
memperkaya Budhism dengan perlengkapan tradisi gaib, mempergunakannya untuk
tujuan kemudahan pencarian bagi pencerahan atau penerangan. Didalam acara ini,
banyak mantra, mudra, mandala, dewa dan ke Tuhanan secara tidak sistematis di
perkenalkan ke dalam Budhism. Ini adalah setelah tahun 750, dalam kurun waktu
itu, arah dan sistem yang lebih lanjut membuat penampilan mereka. Perlu dicatat
bahwa di antara mereka adalah Sahajayana, yang mula seperti sekte Chan (Zen) di
Tiongkok, lebih menekankan pada latihan meditasi dan pengolahan intuisi, di
ajarkan secara berbelit-belit atau paradoksikal (berlawanan asas) dan kesan
konkrit, dan menghindari nasib dari kembali ke dalam suatu persektean sama
sekali tidak ada ajaran yang di tegaskan secara kaku. Menuju pada akhir periode
ini, dalam abad ke-10, kita mempunyai Kalacakrayana (Roda waktu yang ditandai
oleh tingkat penyatuan aliran) dan oleh penekanannya pada Astrology.
Ajaran
Vajrayana
Dalam ajaran Vajrayana yang
berkembang di Tibet, kosmos di jelaskan alam kaitan mata angin : pusat, timur,
selatan, barat dan utara, yang secara esoteric di wakili oleh unsure-unsur yang
berpasangan yang diwujudkan dalam bentuk Tathaga Wairocana yang melambangkan
ketidak-tahun (avidya) dan kebingungan (moham) serta sifat kebalikannya.
Mandala di timur diwakili Tathagata Aksobhya yang melambangkan sifat agresif
dan kebencian (dwesa) dan kebalikannya yaitu sifat kebijaksanaan cermin yang
mencerminkan segala-galanya secara tenang. Mandala di selatan diwakili oleh
Tathagata Ratnasambhva melambangkan sifat mengabulkan semua keinginan dan rasa
bangga serta sifat lawannya yaitu ketenangan hati. Mandala di barat diwakili
oleh Tathagata Amithaba melambangkan sifat keinginan besar (lobham) dan sifat
kebalikannya. Sedangkan Mandala di utara diwakili oleh Tathagata Amoghasiddhi
yang melambangkan sifat iri hati dan sifat kebalikannya.
Ritual dan
Praktek
-
Tantrayana
Jalan Tantra berusaha untuk mengubah nafsu
manusia dasar keinginan dan kemalasan dalam pertumbuhan rohani dan pembangunan.
Untuk menjadi sukses dengan kerja Tantra, seseorang harus memiliki keterampilan
dalam kontrol diri dan penerimaan diri dan orang lain.
Tindakan atau perbuatan itu ada 3 macam, yakni:
tubuh, vokal, dan mental. Pikiran atau perbuatan mental, darimana
pikiran yang dikonsentrasikan ialah keserbaragaman yang paling manjur,
menentukan ucapan dan tindakan yang mempengaruhi pikiran.
Dengan suara yang sangat mempunyai arti secara
spiritual dengan berbagai ‘dharani atau mantra’ yang disebabkan oleh akibat
yang sangat besar pengulangan yang konstan ada pada pikiran, menduduki di dalam
Buddism Tantra suatu posisi yang sangat penting. Gerakan yang sangat mempunyai
arti itu secara spiritual mencakup semuanya yang diperbuat oleh sebagian tubuh,
seperti mudra yang dilakukan oleh tangan, dan yang diperbuat mengenai
sembah dan tari. Karena ritual dan perbuatan sakral dapat dibentuk hanya dengan
tubuh. Tantra jauh dari menurunkan tubuh menyambutnya sebagai kapal keselamatan
dan memujanya dengan suatu ekstent yang tidak terdengar dari dalam setiap
bentuk lain Buddism. Lebih dari itu, tidak hanya bagian tubuh dari alam semesta
material, tapi banyak obyek material dikerjakan untuk tujuan sakramen; karena
itu Tantra menganggap dunia itu juga bukan sebagai suatu rintangan tapi sebagai
suatu bantuan Penerangan, memuliakannya sebagai gambar hidup dari keselamatan
dan wahyu dari Yang Absolut. Sebagai ganti mengorbankan dunia itu seseorang
harus hidup di dalamnya, di dalam suatu jalan seperti itu bahwa kehidupan dunia
sendirinya diubah ke dalam kehidupan transendental.
Menurut pandangan Tantra, menanamkan tubuh itu
dengan kesucian adalah kemungkinan dari tindakan manusia pada pikiran bukan
hanya oleh gerakan anggota tubuh tapi dengan memainkan pernafasan dan air mani,
semuanya dihubungkan secara intim bahwa dengan mengendalikan setiap salah satu
dari semua itu dan sisanya yang dua itu dikendalikan secara otomatis. Lagi,
dihubungkan tidak sebanyak dengan perumusan filsafat yang luas daripada dengan
notulen yang mendetail mengenai latihan spiritual, aspek-aspek tertentu yang
terlalu kompleks, sulit, dan sedikit untuk disetujui dengan tulisan. Tantra
tentu saja sangat menegaskan perlunya menerima inisiasi atau upacara dan
petunjuk dari sorang guru spiritual yang ahli.
-
Mantrayana
Pokok-pokok ajaran Mantrayana dapat ditemui
pada karya karya padma-dkarpo dari Tibet. Menurut beliau, tujuan dari
Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam
agama Buddha, yakni kemanunggalan manusia dengan penerangan sempurna atau
kesempurnaan secara spiritual.
Langkah
pertama untuk mencapai tujuan tersebut menurut konsepsi Mantrayana adalah
mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada
Bodhicitta, yang berarti fondasi dari segala macam kebaikan, sumber dari segala
usaha kebahagiaan dan sumber dari kesucian. Bodhicitta biasanya terbagi menjadi
dua bagian, yakni
§ Bodhi pranidhi
citta : Tingkat persiapan untuk pencapaian kebuddhaan.
§ Bodhi prasthana
citta :Tingkat pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita.
Bodhicitta
adalah sebagai suatu sarana bagi setiap umat Buddha
untuk mencapai tujuannya. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan pada Sang
Triratna. Dalam hal ini, Mantrayana memandang Sang Triratna bukanlah hanya
sekedar pengertian harfiah, melainkan sebagai kekuatan spiritual yang
disimbolkan oleh Triratna tersebut.
Sikap perlindungan yang demikian itu mempunyai
kaitan yang sangat erat dengan keteguhan hati. Keteguhan hati ini berfungsi
untuk menguak tabir rahasia untuk mencapai penerangan sempurna. Dan selanjutnya
akan menumbuhkan perubahan sikap, membawa si siswa untuk mulai melihat keadaan
sesungguhnya tentang 'diri' dan alam sekitarnya.
Tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan
adalah memperkuat dan memajukan sikap baru yang diperoleh dari meditasi dengan
membaca mantra berulang-ulang. Mantra adalah kata dalam bahasa sansekerta yang
berarti pesona. Mantra adalah satu suku kata yang berfungsi sebagai 'suatu
pelindung pikiran' yang mengandung kekuatan magis dan melambangkan Triratna
(Buddha-Dharma-Sangha) ataupun makhluk-makhluk agung lainnya. Mantra juga
merupakan formula untuk memelihara agar pikiran tetap terkonsentrasi, tidak
melayang-layang tak menentu.
Langkah berikutnya adalah mempersembahkan suatu
Mandala (gambar-gambar indah yang mengandung arti filosofis) sebagai sarana
untuk menyempurnakan pengetahuan pengetahuan yang telah dicapainya. Setiap
langkah dalam mempersiapkan Mandala ini haruslah selalu berhubungan dengan Sad
Paramita (enam perbuatan yang luhur) maupun Catur Paramita (Brahma Vihara=empat
keadaan batin yang luhur). Sad Paramita terdiri dari :
§ Dana Paramita:
Perbuatan luhur tentang amal secara materi maupun spiritual.
§ Sila Paramita:
Perbuatan luhur tentang kehidupan bersusila.
§ Virya Paramita:
Perbuatan luhur mengenai keuletan dan ketabahan.
§ Dhyana
Paramita: Perbuatan luhur mengenai pemusatan pikiran (samadhi/meditasi).
§ Prajna
Paramita: Perbuatan luhur mengenai kebijaksanaan.
-
Vajrayana
Dalam ajaran Vajrayana yang berkembang di tibet, kosmos di jelaskan alam kaitan mata angin:
pusat, timur, selatan, barat dan utara, yang secara esoteris di waliki oleh unsur-unsur yang berpasangan
yang di wujudkan dalam bentuk tathaga pasanganya.
Dalam Vajrayana, terdapat
banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Vajrayana
yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik.
Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal
ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita
pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering
kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita,
yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering
akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus
kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang
sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan
gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini
dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.
Praktek Vajrayana tidak terlepas dari penyapaan
mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran Vajrayana sering juga disebut dengan
Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika
seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin
mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan.
Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang
akan ia peroleh.
Sang Buddha sering berpesan kepada
murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi)
mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi
Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi
ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini
biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang
tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia,
misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin,
ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.
Mazhab Tantrayana yang berkembang di Tibet
sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana, mengenai Vajrayana di Tibet, Guru
Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi yang mencakup enam cara untuk
mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha. Ke
enam cara tersebut:
§ Pembebasan
melalui proses pemakaian
§ Pembebasan
melalui proses pendengaran
§ Pembebasan
melalui proses ingatan
§ Pembebasan
melalui proses penglihatan
§ Pembebasan
melalui proses Pengecapan
§ Pembebasan
melalui proses sentuhan.
Vajrayana memandang alam kosmos (alam semesta)
dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat
konsepsi Trikaya (tiga tubuh Buddha), maka didalam Vajrayana, Buddha
bermanifestasi dan berada dimana-mana. Oleh karenanya, Buddha adalah wadah atau
badan kosmik yang memiliki enam elemen, yakni : tanah, air, api, angin, angkasa
dan kesadaran. Dalam rangkaian yang tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain
memiliki pandangan filosofis di atas, juga memiliki puja bakti ritual maupun
sistim meditasi khusus yang disebut Sadhana yaitu meditasi dengan cara
memvisualisasikan dengan mata batin, menyatukan mudra, dharani (mantra) dan
mandala.
A. Niciren
Soshu
Salah satu sekte dalam agama Buddha
yang mengakui Nichiren Daisyonin sebagai pendirinya dan Nikko Syonin sebagai
pewaris hukumnya. Kuil pusat sekte ini terletak di Taisekiji di propinsi
Syizuoka. Tahun 1872 dalam usaha mempersatukan negeri untuk tujuan perluasan
ekonomi dan militer pemerintah Jepang mencoba untuk mengorganisasikan
aliran-aliran agama Buddha yang terdapat di Jepang ke dalam tujuh sekte, dan
merencanakan semua sekte yang mengakui Niciren sebagai pendirinya dilebur
menjadi satu dengan sekte Niciren Syu yang berpusat di Minobu. Niciin Syonin,
Bhikku tertinggi ke-54, menentang rencana ini. Sebagai gantinya, delapan kuil
yang mengakui Nikko Syonin dan murid-muridnya bersatu di tahun 1876 dan
menyebut diri mereka sekte Niciren kelompok Nikko. Akan tetapi karena beberapa
anggota kelompok ini mengakui doktrin yang amat berbeda dengan Taisekiji, maka
tahun 1900 Taisekij berdiri sendiri, mengambil nama sekte Niciren kelompok
Fuji. Tahun 1912 mereka berganti nama menjadi Nichiren Soshu. Sekitar 1940 sebelum
Jepang ikut dalam Perang Dunia II, pemeritah menginginkan agar semua
sekte-sekte Nichiren dijadikan satu dalam pengawasan militer. Komperensi antara
Bhikku dan penganut segera diadakan di Taisekiji dan memutuskan untuk menolak
tuntutan itu. Sebagai hasil dari perjuangan bersama itu akhirnya Nichiren Soshu
diperbolehkan untuk meneruskan kebebasannya untuk seterusnya. Sejak ada
kebebasan beragama setelah perang, sekte ini mempunyai kesempatan untuk maju
dengan pesat.
B. Tokoh
dan ajarannya
Dalam Niciren Shosyu pewaris dari
Hukum sejati diwariskan dari Niciren Daisyonin kepada Nikko Syonin.
a. Tri
Ratna Dalam Agama Buddha Niciren Syosyu
Kata Buddha menunjukkan seseorang
yang mencapai kesempurnaan sebagai seorang manusia, dengan Maitri karuna yang
maha agung dan besar untuk menyelamatkan penderitaan umat manusia, dan
seseorang yang secara spiritual telah membangkitkan Hukum Kejiwaan dan Hukum
Alam semetsta. Oleh karena itu, Buddha ditempatkan sebagai manusia yang paling
dihargai dan dihormati.
“Dharma” berarti Hukum yang
dibabarkan oleh Sang Buddha, yang diwariskan untuk masa mendatang melalui
kebijaksanaan dan kekuatan-Nya. Dengan melaksanakan Hukum in, setiap manusia
dapat mencapai Kesadara Buddha. Karenanya, Dharma juga patut ditempatkan
kedudukannya sebagai Pusaka
“Sangha” adalaha sekelompok manusia
yang mewariskan semangat Sang Buddha, menjaga Dharma dan menyebarkannya ke
seluruh dunia dan untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk
penyebarluasan, melaksanakan dan mengajarkan Dharma dibutuhkan sumbangsih
Sangha dengan demikian, Sangha juga dikatakan sebagai pusaka ketiga yang tak
ternilai harganya.
Pada masa mutakhir Dharma ini, maka
Tri Ratna dalam Agama Buddha Niciren Soshu adalah Niciren Daisyonin (Buddha),
Dai Gohonzon (Dharma) dan Nikko Syonin (Sangha).
b. Tiga
Hukum Rahasia Agung
Terdiri dati: Pusaka Pujaan yang
sejati (Jepang: Hon Mon No Honzon) ; mantera atau daimoku yang sejati (Honmon
no Daimoku) dan altar pemujaan yang sejati (Honmon no Kaidan). Ketiganya
menunjukkan inti Agama Buddha Nichiren Daisyonin dan dijelaskan dalam Ho On Syo
(Surat Membalas Budi), San Dai Hiho Syo (Surat Perihal Tiga Hukum Rahasia
Agung) dan dalam Gosyo-gosyo lainnya.
Berikut Tabel Perbandingan antara
Nichiren Shu, Nichiren Soshu dan Sokka Gakkai mengenai Tiga Hukum Agumg:
|
Nichiren
Shu
|
Nichiren
Shoshu
|
Sokka Gakkai
|
||
Triratna
|
|||||
Doktrin
teori resmi
|
Kenyataan yang
diteliti dan diajarkan
|
||||
|
|||||
Buddha
|
Buddha
Sakyamuni yang Abadi
|
Nichiren
Shonin
|
Nichiren
Shonin
|
Presiden Ikeda
|
|
Dharma
|
Namu
Myoho Renge Kyo (Saddharma Pundarika Sutra)
|
Namu
Myoho Renge Kyo (Saddharma Pundarika Sutra)
|
Namu
Myoho Renge Kyo (Saddharma Pundarika Sutra)
|
Ajaran dan tulisan dari Presiden Soka
Gakkai
|
|
Sangha
|
Nichiren
Shonin (memimpin semua Bhiksu, biarawati dan pengikutnya)
|
Nikko
Shonin dan Bhiksu Tertinggi turun temurun dari Kuil Taisekiji
|
Nikko
Shonin
|
Organisasi dari Soka Gakkai dan semua
anggotanya
|
Nichiren Soshu di Indonesia
Pada awalnya agama Buddha Nichiren
Shoshu Indonesia masih dianut oleh orang Jepang yang bertugas di indonesia pada
tahun 1950-an. Pada saat itu
penganutnnya hanya terdiri dari beberapa keluarga saja. Pada tahun 1960-an mulai membentuk
pertemuan-pertemuan diskusi untuk mempelajari agama Buddha Nichiren Shoshu
Indonesia dan mendapatkan banyak pengikut.
Pada akhir tahun 1940 akhir
Shintaro Noda, anggota Sokkagakai, pegawai Nissho Iwai kembali bertugas di
Indonesia dan sekaligus menjadi penyiar agama Nichiren Shoshu sekaligus
pimpinan Nichiren Shoshu sampai awal tahun1970-an dan secara organisatoris
berafiliasi kepada Sokkagakai dan kemudian hari membentuk Sokagakkai
internasional.
Pemerinta Orde Baru yang
diskriminatif, mengkatagorikan semua agama Buddha sebagai unsur-unsur budaya
Tionghoa yang tidak boleh berkembang dan segala kegitannya harus diawasi
menimbulkan berbagai goncangan. Terpaksa
di buat yayasan Nichiren Shoshu Indonesia pada tahun 1967 yang sebenarnya dipimpin
oleh bukan umat Nichiren melainkan saudara sepupuh dari seorang penganut ,
kondisi ini akhirnya meninbulkan kekacauan kepemimpinan karena pimpinan de
facto Shintaro Noda berkewarganegaraan jepang tidak dapat menjadi pemimpin de
jure. Akhirnya pada awal tahun 1970-an Shintaro Node disingkirkan dari
kepemimpinan, dan munculah pimpinan baru,Senosoenoto, suami dari Kaiko Sakurai
seorang anggota soksgakkai.
Di kemudin hari Senosoenoto
berhasil mengajak kawannya Ir Soekarno,seorang mantan menteri pada masa Orde
Lama, menjadi penganut dan kemudian menjadi sala satu pucuk pimpinan NSI, Soekarno sangat aktif dalam organisasi
agama Buddha di Indonesia, mewakili NSI menjadi pendiri organisasi yang sekarang
bernama WALUBI, Soekarno wafat pada tahun 1981.
WALUBI merupakan wadah tunggal
agama Buddha, berbentuk federasi dan bersifat konsultatif dan koordinatif.
WALUBI merupakan partner pemerintah dalam memberikan bimbingan serta dalam
menyelesaikan berbagai masalah agama dan umat Buddha yang timbul dan terjadi di
masyarakat. WALUBI mempunyai anggota 3 Sangha dan 7 Majelis yang terdiri atas :
a) Sangha
Agung Indonesia
b) Sangha
Theravada Indonesia
c)
Sangha Mahayana Indonesia
Majelis
1) Majelis
Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia (MUABI) yang setelah Kongres Umat Buddha
Indonesia
2) Majelis
Pandita Buddha Dhamma Indonesia
3) Majelis
Dharma Duta Kasogatan, yang kemudian bernama majelis Kasogatan Tantrayana
Indonesia
4) Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia
5) Majelis
Agama Buddha Nichiren Shoshu Indonesia
6) Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia
7)
Majelis rohaniawan Tri Dharma Seluruh
Indonesia
Pada tanggal 8 – 11 juli 1986 di
jakarta diadakan Kongres I WALUBI yang pembukaanya dilakukan di Balai Sidang
Senayan dan Presiden Sueharto berkenan membuka kongres ini. Dalam kongres ini
tersususn pengurus baru yang di ketahui oleh Bhikku Girirakkho Mahathera. Pada
tanggal 8 juli 1987 diadakan sidang Khussu Widyeka Sabha WALUBI tanggal 9 – 10
juli 1987 Widyeka Sabha WAALUBI telah mengambil keputusan bulat mengenai NSI
(Nichiren Shoshu Indonesia) dengan tidak mengakuinya sebagai majelis agama
Buddha karena antara lain :
NSI berisi ajaran dan doktrin yang
menyimpang atau menyeleweng agama Buddha yang berpedoman pada Kitab suci
Tripitaka/Tipitaka secara utuh terpaduh sebagaimana yang diajarkan oleh Buddha
Gaotama /Sakyamuni. Keputusan ini dilaksanakan olekh DPP WALUBI melalui pernyataan DPP WALUBI No. 01/ DPP
/Sangha dan enam majelis agama Buddha.
1. Perpecahan
N ichiren Shoshu di Indonesia
Sejak akhir tahun 1970 sampai
pertengan tahun 1980, NSI berkembang dan mencapai puncak
kejayaannya. Sebagaimana umumnnya
perkembangan organsasi, bilamana telah berkembang pesat, maka pada tahap-tahap
tertentu muncul masalah rule of the game, management asset/financial,dan
mekanisme pertanggungjawaban kepemimpinan
organisasi. Tahun 1986 muncul usulan dan
tuntunan untuk membuat AD dan ART NS,
yang memang belum ada. Draf AD ART disusun dan di buat oleh 9 orang atas
permintaan Senosoenoto,yang dikemudian hari di kenal sebagai kelompok 9.
Intisari kelompok sembilan ini tidak terakomodasi,
mereka disingkirkan, AD, ART,
NSI, tak kunjung terwujud,merka
lalu membuat yayasan visistakaritra pada tanggal 16 februari 1987, sehubungan
dengan ketentuan undang-undang tentang yayasan di kemudian hari di bentuk
yayasan visistakaritra, yang dimaksud untuk melanjutkan kegiatan visistakaritra
sampai saat ini, dan secara subyektif berorientasi pada Sangha Nichiren Shoshu.
NSI sendiri sepeninggalan almarhum Senosoenoto,
terpecah 2 karena adanya perbedaan pandangan mengenai siapa yang akan menjadi
ketua umum berikutnnya, antara kubu pendukung wakil ketua umum johan Nataprawira dan kubu wakil ketua umum
kaiko Senosoenoto. Dalam suatu mukhtamar
akhirnya terpilihlah Suhadi Sendjaja dari kubu johan Nataprwira, dan
saat ini masih menjadi ketua umum NSI. Namun keberadaan ini ditentang oleh
Sangha Nichiren Shoshu. Akibatnya sampai sekarang ini Suhandi Senjaya
dikeluarkan dari Nichiren Shoshu dan organisasi NSI tidak diakui sebagai Ormas
penganut Nichiren Shoshu di Indonesia.
Kubu Kaiko Senosoenoto mendirikan yayasan Pandita
Sabha Buddha Dharma Indonesia, mengangkat anak perempuannya , Aiko sonosoenoto
sebagai ketua umum sampainsekarang ini.
(BDI) kemudian sekitar tahun 2000-an ,
bersama Sangha Nichiren Shoshu
membentuk yayasan Pendidikan Sangha Nichiren Shoshu Indonesia yang
diketahui oleh mantunnya Keiko Senosoenoto suminya Aiko Senosoenoto , Rusdy
Rukmarata.
Yayasan Sangha inin “memiliki” dua buah kuil, Myogan-ji terletak Megamendung dan Hosei-ji terletak dijakarta
kedua kuil tersebut di pimpin kepala
kuil Bhikku dari kuil pusat Taeseki-ji
Jepang.
Pada tahun 1992 terjadi pertikaian antara Sangha
Nichiren Shoshu (di Jepang) dengan Sokagakkai/Sokagakkai internasional, dan
berakibat Sokagakkai membentuk sekte tersendiri dan di beri nama Nichiren Sekai
Shu, ke jadian ini juga berimbas ke indonesia ,sebagai umat Nichiren Shoshu
yang ada membentuk kelompok baru bernama
Sokagakkai Indonesia yang berpusat
di kemayoran Jakarta, dan menjadi penganut sekte Nichiren Sekai Shu,
yang tentu saja didukung oleh Sokagakkai internasional dan Shintaro Noda
Sejarah Buddhisme Zen
Zen adalah
salah satu aliran Buddha Mahayana.Kata Zen berasal dari bahasa Jepang.
Sedangkan bahasa Sansekerta nya, Dhyana. Di Cina
dikenal sebagai Chan yang berarti meditasi.Aliran
Zen memberikan fokus pada meditasi untuk mencapai penerangan atau kesempurnaan.
Aliran Zen
dianggap bermula dari Bodhidharma. Ia berasal dari India dan meninggalkan
negaranya menuju ke Tiongkok, lalu berdiam di kanton pada tahun 520 M
Bodhidarma itulah yang menjadi Imam pertama di Tiongkok. Aliran Zen asli
kemudian diteruskan sampai ke generasi ke-6 Hui Neng. Setelah itu aliran Zen
berpencar di Tiongkok, dan Jepang. Zen diklaim sebagai Transmisi Jiwa Ajaran
Buddha yaitu transmisi yang paling penting dan merupakan jenis transmisi yang
dimaksudkan adalah “transmisi khusus diluar kitab suci” pada syair. Meskipun
hanya kitab suci yang disebutkan dalam syair tersebut, transmisi dimaksud mesti
dimengerti berada diluar transmisi ordinasi dan doktriner juga. Menurut tradisi
buddhis sang Buddha pernah suatu waktu duduk dikelilingi sekumpulan besar
siswa-siswa-Nya. Beratus-ratus Bodhisattva dan Arahat, Bikshu-biksuni, serta
Upasaka-upasika hadir bersama-sama dengan berbagai kelompok makhluk-makhluk
surgawi. Semuanya diam, menunggu Sang Buddha bersabda. Tapi pada kesempatan
ini, bukannya mengeluarkan kata-kata, ditengah keheningan Sang Bhagava hanya
mengangkat sekuntum bunga berwarna emas… Hanya Mahakasyapaa, satu diantara
siswa-siswa tertua yang termahsyur karena kesederhanaanya mengerti makna
perbuatan Sang Buddha, dan ia tersenyum. Sang Buddha kemudian bersabda, “Aku
yang memiliki Mata dari Dharma yang luar biasa, yakni Nirvana, Kesadaran,
misteri realita dan non-realita, serta pintu gerbang kebenaran transenden. Aku
sekarang menyerahkannya kepada Mahakasyapa.” Inilah yang dimaksud dengan
transmisi. Mahakasyapa mentransmisikan jiwa Dharma kepada Ananda, yang telah
menjadi siswa langsung Sang Buddha selama dua puluh tahun kehidupannya di
dunia.Ananda meneruskannya kepada Sanakavasa, muridnya dan seterusnya. Dari
mahakasyapa di abad ke-5 SM hingga kepada Bodhidharma di abad ke-6 M, transmisi
ini dilanjutkan dalam satu garis guru-guru spiritual, sebagian kurang dikenal
dan sebagian lagi merupakan nama-nama paling top dalam sejarah agama Buddha di
India.
Ajaran-ajaran
Buddhisme Zen
Segala
ajaran di dalam aliran Chan itu lebih mengutamakan saluran “ingatan kepada
ingatan” (mind to mind). Aliran Chan itu memperpegangi kisah, betapa
Buddha Gautama (563-483 sM) pada suatu kali di dalam menyampaikan ajaranya
tidak mengucapkan sepatah kata apapun, tetapi Cuma memandangi mata seorang
muridnya, lalu membikin gerak kecil dengan jarinya sang murid itu mendadak
menerima suatu ilmu tertinggi. Jadi aliran Chan itu tidak hendak mempergunakan
argumentasi-argumentasi yang rasional maupun rumusan-rumusan theology yang
demikian pelik.
Jalan
satu-satunya bagi mendekati kebenaran terakhir itu ialah melalui Samadhi, yang
terbagi dalam dua macam :
1.
Tathagatha-Meditation,
yaitu cara Samadhi dari Buddha Gautama, mempergunakan kodrat-kodrat renungan
2. Patriarchal-Meditation,
yaitu cara Samadhi yang diajarkan Patriarch Bodidharma, meniadakan pemikiran
dan memusatkan kesadaran rohani bagi mencapai kepribadian Buddha.
Tentang kesadaran rohaniah itu terapat
dua paham pada masa Imam keenam Hui Neng (638-713 M) masih hidup, yaitu:
1. Kesadaran
mendadak, dianut oleh aliran Selatan, menurut ajaran Imam Hu
Neng.
2. Kesadaran
berangsur, dianut oleh aliran Utara, menurut ajaran dari Shen
Hsiu (605-706 M).
Buddhisme
Zen dan alirannya
Menurut Suzuki, zen bukanlah
filosofi karenapemikiran zen bukanlah berdasarkan pada logika
dan analisis. Zen tidakpernah mengajarkan untuk berpikir
secara intelektual dan menganalisis.Pemikiran yang dihasilkan oleh seorang
ahli zen selalu diajarkan secaraturun - temurun kepada muridnya
demikian juga seterusnya. Jika menyangkutbagaimana cara Zen menyebarkan
ajarannya, yaitu sama dengan yangdilakukan Sidharta. Hal ini
didukung oleh pernyataan, yang menyebutkanbahwa ajaran dari Budha sendiri
diturunkan kepada murid – muridnya secaralangsung dan turun – temurun.
3. Aliran-aliran budhisme Zen
Seiring dengan berjalannya waktu
aliran Zen Budhismeinipun melahirkan beberapa aliran Adabeberapa sekte/aliran
Cha’n/Zen yang berkembang menurut metode yang berbedaatau keadaan setempat. Diantaranya sebagaiberikut: Aliran Lin Chi,
dikembangkan oleh Master Lin Chi (kira-kira 850 M)Aliran Chau Tung,
dikembangkan oleh Master Tung San Liang Chie (807-869) dan Chau San
(840-901)Aliran Kuei Yang, dikembangkan oleh Kuei San (771-853) dan Yang San
(807-883) Aliran Yun Men, dikembangkan oleh Yun Men (862-853)Aliran Fa Yen,
dikembangkan oleh Fa Yen (885-958)Zen kemudian berpecah menjadi 5 aliran, dan
di kemudian, hari kelima aliran ini dileburmenjadi dua aliran, yakni Tsao Tung
(Soto) dan Lin Chi (Rinzai). Karena itusampai sekarang yang kita kenal hanyalah
dua aliran Zen, yaitu Soto dan Rinzai yang pada abad ke XII bermigrasi dari
China ke Jepang.Aliran Soto menekankanpencapaian pencerahan melalui meditasi
tenang pengosongan pikiran(kontemplasi), sedangkan aliran Rinzai menekankan
pencapaian pencerahan melaluimeditasi yang diarahkan kepada aliran tertentu.
1.
Meditasi untuk Pencerahan
2.
Pencarian di Dalam - melepas segala
Konsep dan Kata
3. Pengalaman
Langsung
4. Laku
- bukan Filsafat
5. Kesadaran
Hishiryo - Menjadi Sederhana
6.
Jalan Tengah
7. Pengantar
untuk pokok-pokok ajaran
8. Mushotoku
- Berhenti Mengejar
9. Sekarang, Di Sini, Saat Ini
10. Wu
- Wei
Istilah
ini susah diartikan dan bahkan sangat sering salah diterjemahkan. Inilah
kebijakan yang berasal dari Taoisme. Sering diterjemahkan sebagai : Tidak
berbuat - atau dalam Bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai ' Action in No
Action ' - sebuah terjemahan yang mungkin artinya agak membingungkan. Yang
mendekati arti sesungguhnya dari wu-wei mungkin adalah :Kebijakan untuk tidak
mencampuri, tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan apa yang alami. Let
nature takes care of itself - Biarkan yang alami bekerja, jangan memaksakan,
jangan mengatur, jangan mempengaruhi. Biarkan Hukum Alam bekerja.Harmoni dengan
alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar