Aliran
Hinayana dan Mahayana
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Budhisme.
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Budhisme.
Pembimbing.
Hj. Siti Nadroh, M. Ag
Nama
: Innani Musyarofah
Nim : (1111032100041)
Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah
Jakarta 2013
A. Pendahuluan
Sebelum saya memaparkan sedikit tentang
aliran Mahayana dan hinayana. Banyak sekali kitab yang menjadi sumber
pengetahuan kita tentang agama Budha. Sayangnya sudah banyak yang hilang. Yang
tingggal hanya petila-petilan atau fragmen-frakmen saja. Kitab-kitab yang
tertulis dalam bahasa pali yang dipergunakan oleh aliran Theravada dari
golongan hinayana yang terdapat dilangka, birma, dan muangthai, sedang kitab
yang tertulis dalam bahasa sanskerta kebanyakan dipergunakan oleh aliran Mahayana
yang terdapat di Nepal,Tibet,Cina dan Jepang. Yang dimaksud kitab sutra ialah
kitab-kitab yang dipandang sebagai ucapan budha itu sendiri, sekalipun
kitab-kitab itu ditulis berabad abad setelah wafatnya sang Buddha. Menurut
aliran Hinayana yang dianggap sebagai kitab sutra ialah kitab kitab yang dulu
dikumpulkan pada Muktamar Buddhis yang pertama pada tahun 383 SM. Segala yang
timbul saat itu tidak diketahui keasliannya.[1]
- Ajaran
Hinayana
Dalam
ajaran pokok Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar
yang terdapat dalam kitab kanonik. Jika
ajaran itu dikstisarkan secara umum, dapat dirumuskan sedemikian:
- Segala sesuatu bersifat fana serta berada
hanya untuk sesaat saja. Apa yang berada untuk sesaat saja itu disebut dharma.
Oleh karena itu tidak ada yang tetap berada. Tidak ada aku yang berfikir, sebab
yang ada masalah pikiran. Tidak ada yang aku merasa, sebab yang ada adalah
perasaan, demikian seterusnya.
- Dharma-dharma
itu adalah kenyataan atau tealitas yang kecil dan pendek, yang berkelompok
sebagai sebab akibat. Karena pengaliran Dharma yang terus menerus maka
timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada’’perorangan’’yang palsu.
- Tujuan
hidup ialah mencapai Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala
kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran
terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada dalam Nirwana itu, sebab
tidak diuraikan dengan jelas.
- Cita-cita
yang tertinggi adalah menjadi arhat, yaitu orang yang sudah henti
keinginannya, setidaknya, ketidaktahuannya, dan sebagainya. Oleh karena
itu ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.
- Ajaran
Mahayana
Dua
kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi Ajaran Mahayana adalah Bodhisattwa pada tiap halaman tulisan-tulisan Mahayanan. Dan
sunyata karena dua kata itu hampir terdapat berarti yang hakikat atau
tabiatnya adalah Bodhi (hikmat) yang sempurna.
Sebelum
Mahayana timbul, pengertian Bodhisattwa sudah di kenal juga, dan dikenakan juga
Buddha Gautama sebelum ia menjadi Buddha. Jadi semula Bodhisattwa adalah sebuah
kelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha di dalam Mahayana adalah
orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan
benih pencerahan tumbuh dan menjadi masa pada diri orang lain.seorang
Bodhisattwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan juga
turut merasakan dengan beratoleh karenanya ia sudah mengambil keputusan untuk
mempergunakan segala aktifitasnya sekarang dan kelak juga keselamatan
keselamatan dunia. Karena kasihnya kedunia maka segala kebajikanya dipergunakan
untuk menolong orang lain.
Cita-cita
tertinggi Mahayana ialah untuk menjadi Bodhisattwa cita-cita Mahayana ini juga
berlainan sekali dengan cita-cita untuk menjadi Pratyeka Buddha seperti
yang diajarkan Hinayana, iyaitu bahwa karena usahanya sendiri orang mendapat pencerahan bagi dirinya sendiri
saja, tidak untuk diberikan untuk orang lain. demikianlah cita-cita hidup
didalam mahayan berbeda sekali dengan cita-cita hidup di dalam Hinayan. Di dalam
perkembagan Mahayana mengalami bermacam-macam pengaruh, diantaranya dari
bergerakan Bakti dan dari aliran Tantra.
Bakti
adalah penyembahan pribadi yang berdasarkan kasih kepada dewa yang disembah dan
digambarkan dalam bentuk manusia.
Perkembangan
lebih lanjut adalah demikian, bahwa para Tathagata itu di hubungkan dengan
penjuru alam. Lima Tathagata itu di pandang bersama-sama membentuk tubuh alam
semesta. Demikianlah Aksobhya dipandang berkuasa di sorga sebelah timur, Ratnasambhawa
di selatan, Amitaba di barat, Amughsiddhi di utara, dan Wairocana di tengah
langit.
Pengaruh
Thatra menimbulkan pada Mahayana ajaran
tentang Adhi Buddha, yaitu Buddha yang pertama, yang di pandang sudah
ada yang mula pertama, yang tampa asal, yang ada pada dirinya sendiri, yang tak
tampak karena berada di dalam Nerwana.
B. Aliran
Mahayana dan Hinayana
Timbulnya
Mahayana, kereta besar ; atau usaha besar ;
jalan besar ; atau aliran utara di India Utara pada waktu itu adalah bahwa
ajaran atau doktri agama Mahayana dapatlah dimengerti sebagai lanjutan dari
tendensi absolut awal yang merupakan ciri khas utama dari Mahasanghika.
Muculnya
nama Mahayana dan literaturnya (sutra dan Sasta) yang dinamakan Mahayana-Sutra
menandai suatu masa penting di dalam sejarah filsafat agama Budha. Dasar
pemikiran yang mereka kandung adalah masih itu-itu juga yang ditemukan di dalam ajaran Buddha sebagai penekanan yang
telit oleh Mahasanghika. Munculnya Mahayana adalah bangkitnya sesuatu sistesis
segar mengenai ajaran guru (Buddha Shakyamuni).
Ajaran
Shakyamuni Buddha lazimnya disebut Buddha Darma sering di ibaratkan
sebagai ‘’Yana’’ didalam kitab-kitab suci atau sustra-sustra agama Buddha.
Mahayana secara harfiyah:
Berarti:
Maha berarti: besar, luas,
agung, diperluas.
Yana berati: kendaraan,
kereta.
Mahayana berarti kendaraan besar
yang menyangkut pengemudinya bersama para penumpang untuk mencapai suatu tempat
yang dituju.
Ada
dua Aliran Mahayana yang terkemuka adalah Madhyamika yang didiran oleh
Nagarjuna bada abad ke-2, yang di Jepang di wakili oleh Sekte Sanron, dan
Yogacarya (Vijnanawada), yang didirikan oleh Asangga dan Vasubandhu pada abad ke-4.
Madhyamika tumbuh secara logis dari Agama Buddha awal dengan tiga doktrinya,
jalan tengah, tiadanya ego permanen, dan elemen-elemen (Dharma-Dharma) yang
bersifat sementara serta mengalami kematian, tetapi Madhyamika mengembangkan
ajaran itu sampai pada pendapat bukan hanya individu, melainkan juga
elemen-elemen diangap tidak nyata. Nagarjuna menjelaskan realitas tertinggi
sebagai sunyata atau kosong, aliranya disebut Madhyamikia karena mengerjakan
jaran tengah dimana eksistensi dan non eksistensi hanya memiliki kebenaran
relatif, sedangkan kebijaksanaan sejati adalahpengetahuan tentang makna
kekosongan yang nyata. Mengenai kekosongan yang sejati tergantung pada
pengertian dari bentuk Agama Buddha ini, tetapi ajaran ini sering dipengerti
secara salah. Kekosongan adalah kekosongan semata-mata dalam pengertian bahwa
ia bebas dari pembatasan-pembatasa pengetahuan yang relative pencerahan saja
yang dapat menjelaskan apakah kekosongan itu sebenarnya.
Aliran
Yogacarya, yang didirikan oleh dua cendekiawan besar Mahayana dalam banyak hal
memiliki persamaan dengan aliran Madhyamika. Semua fenomena berasal dari
pikiran dan tidak ada suatu apapun yang eksis selain pikiran. Sebagaimana yang
dilakukan oleh kaum Hinayana, Vijnanamatra berlanjut dengan pembagian analitis
terhadap Pancaskandha dan elemen-elemen. Hasilnya berbeda dengan Hinayana dalam
hal menegaskan bahwa bukan hanya objek-objek yang menglami perubahan,
substansi-substansi juga tidak kekal menurut sistem pemikiran ini, sepirit dan
materi adalah satu dan semua objek eksternal adalah hasil dari satu pikiran.
Aliran
Mahayana. Tuhan dipahami dalam cara yang tidak jauh berbeda dengan agama-agama
lain. Dalam aliran ini Tuhan dikenal melalui ajaran Trikaya dan Adhibudha.
Ajaran
Trikaya dikemukakan pertama kali oleh Asfagosha
pada abad pertama M untuk menerangkan
Hirarki Para Buddha dengan Bodhisattwa. Trikaya timbul sebagai akibat dari adanya
perbedaan pandangan terhadap Buddha dan manifestasinya dalam beberapa aliran
agama Buddha yang mula-mula seperti Stafirafada, Mahasanghika dan Sarfastifada.
[2]
Pokok
utamanya dari Hinayana adalah Pratya Samud pada perubahan yang terus menerus , (Santana) mengenai nama rupa: yang
terdiri dari panca Skanda. Para pengikit dari Hinayana mencari penarangan individu,
Nirwana: yaitu ketenangan, kedamayan abadi dan kebahagiaan. Tujuan Hinayana
adalah relisasi mengeni tiada eksistensi mengenaia jiwa (tidak adanya’’ aku’’
pada pribadi).
Metode
aliran ini adalah menitik beratkan pada analisis, hanya analisis mengenai
psycho-physical phenomena Dharma (elemen) Samskrta (berkondisi) dan asamskrta (
yang tidak berkondisi). Hal ini adalah suatu kebenaran konvensional.
Sedangkan
Mahayana mencari” Pudgala-Nairatmya” dan “ Dharma- Nairatmya” (semua Dharma
atau elemen yang bereksistensi tidak nyata, kosong dari kenyataan sebenarnya).,
yang Mahayana memaksudkan bahwa panca sekandha adalah dasar untuk konsepsi dari
Pudgala (jiwa atau tidak adanya” Aku “pada pribadi) tidak ada, dengan kata lain
semua elemen dengan objek duniawi dengan mahluk tidak ada.
Mahayana
Shakyumani Buddha selama membabarkan Buddha-Dharma atau ajarannya tidak pernak
mengajarkan pada siswanya tentang sakte atau aliran-pengelompokan, hal ini
perlu diketahui oleh kita sebagai umat Buddha atau siswa Budhha atau pengikut
Buddha.
Buddha Dharma hanya satu yaitu
ajaran Shanyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi
Buddha (Samyak: Sambuddha). Buddha Dharma dibagi dua tingkatan sebagai upaya
untuk memberi bimbingan kepada para siswa atau umat Buddha yaitu:
- Ajaran
yang membimbing umatnya menjadi harahapan dan Pratyeka –Buddha sebagai Hinayana
(ajarn dasar ).
- Ajaran
yang membimbing umatnya Bothisattva dan Samyak dan Buddha disebut Mahayana
(ajaran luas: ajaran yang diperluas-diperdalam).
Hinayana
tidak mencangkup Mahayana, tetapi Mahayana mencangkup Hinayana.
Mahayana
berprinsip pada Atmahita dan Parahita, yaitu Atmahita (Atmahitam) yang berarti
berfaidah atau bermanfaat bagi diri sendiri kesejahteraan diri sendiri.
Parahita
(parahitam) yang berarti berfaidah atau bermanfaat bagi banyak orang.
Kesejahteraan orang banyak.
Tujuan
akhir bagi penganut Buddha Dharma Mahayana ialah menjadi Bodhisattva tingka
Arya terlebih dahulu ( Arya Bodhisattva atau Bodhhisattva-Mahasatva) dan
per-maha pranithana (melakukan tekat besar menuju pembebasan diri sendiri dan
penyelamatan bagi mahluk lain) dan menjadi Samyat Sam-Buddha (Buddha).[3]
periode pertama (tahun 5000
S.M.- 0 S.M). merupakan periode Budhisme dasar yang secara luas kemudian
dikenal sebagai Hinayana. Periode ke dua (0 S.M -500S.M) ditandai dengan
kebangkitan Mahayana.
Periode
ke dua, tahun 0 S.M -500S.M. Mahayana yang
berkembang di India Barat-Laut, dan India Selatan. Dengan pengaruh dari
kesenian Yunani dalam Helley Niatic dan bentuk Roumanian dan pengaruh ide dari
keduanya Mediteranian dan dunia Iranian. yang mempengaruhi Mahayana dari luar
saja, sedangkan inti pokoknya seperti doktrin tidak berubah dan tidak
dipengaruhi sama sekali. Agama Buddha Mahayana adalah universal.
Selama
kurun waktu itu Mahayana telah berkembang keluar Negeri asalnya di India,
Mahayana berkembang sampai ke Timur jauh seperti Nepal, Tibet, Mongolia, China,
Indonesia, Korea dan Jepang.
Mahayana
berkembang dalam dalam dua tingakatan. Yang pertama dalam bentuk yang
sistematis, yang berlangsung antara tahun 100 SM sampai 500 M. setelah tahun
500 M, suatu bentuk filsafat yang sistematis, yang menuju abad ke-2 sekte yang
berbeda yaitu Madyamika dan yogacarin. Semua sutra-sutra Mahayana
juga juga disebarkan oleh Buddha
Shakyamuni. Pada waktu yang bersamaan, Konsili di Rajagraha, dimodifikasikan
sutra-sutra Hinayana, begitu juga sutra-sutra Mahayana dikodifikasikan oleh
hava yang dismpan selama 500 tahun dan dititipkan kepada kerajaan Naga Laut
yang kemudian waktunya akan diambil oleh Nagarjuna
Perkembangan
tentang kebudhaa dalam aliran Mahayan mengalami perkembangan lebih rumit,
bersifat mistis dan filosofis.
Budha
dipandang memiliki tiga aspek.
- Aspek
inti, yang mencakup semuanya, bersifat buani dan tidak dapat terbayangkan
sebagai inti iyalah inti dari Darma, inti dari kehidupan dan kebenaran itu
sendiri
- Aspek
kemampuan, yang tidak terbatas dan tidk manifestasi.sebagai aspek kemampuan
ia adalah dharma, yang diangap sebagai prinsip-prinsip
kebenaran,mengandung potensi dan tidak bermanifestasi, ia adalah tubuh
penganti dari kebudhaan yang di agungkan.
- Aspek
manifestasi, iaitu memanisfestasikan dari pada tubuh duniawi Sakyamuni Budha
dan Budha duniawilainya.
Dari
tiga spek Budha di atas akhirnya tersusun badan Budha, yaitu dharmakaya dan
nirmanakaya, yang menempati tiga kedudukan keagamaan aliran Mahakaya.
dDharmakaya,
adalah Buddha dengan pengetahuan dengan sempurna. Ia adalah permulaan dan tidak
berbentuk yang merupakan pengalaman yang bener-bener bebas dari segala
kekeliruan atau penglaman yang melekat. Di dalam dharmakaya inilah terdapat
intisari alam semestayang mencakup samsara maupun nirwana, yang selalu dalam
dua, utup kesadaran iyaitu analisis terakhir berada dalam pengatahuan yang
murni. Dharmakaya adalah intisari hakikat wujud-wujud duniawi dari buhda, yang
juga disebut kenyataan tubuh hakiki dan kesadaran dasar.
Dari
beberapa pengertian yang di kemukakan tentang dharmakaya terlihat bahwa
dharmakaya di pandang sebagai yang mutlak, asal usul dari semua yang ada, yang dalam bahasa agama disebut dengan Tuhan.perbedaan
yang ada dalam mahakaya tidak terletak pada ada tidaknya esensinya, namun hanya
terbatas pada pemahaman tentang sifat dari dharmakayaitu sendiri.
Sambhogakaya
adalah tubuh rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh cahaya.ia juga disebut
transenden Budha yang tidak bisa diamati oleh perasaan dan akal, tetapi hanya
di alami oleh spiritual. [4]
- Lima
doktrin utama dari Mahayana
- Sehubungan
dengan tujuannya , pergeseran dari ide arhat menjadi ide Bodhisattwa.
- Suatu
cara pengolahan diri, yang menitik beratkan pada maître-karuna yang
sejajar dengan prajna yang ditandai dengan paramita.
- Kepercayaan
suatu Srandhha yang diberikan pada suatu jumlah yang Tathagata. Tuhan Yang
Maha Esa, para Budhha, para Budisattwa, para Deva, orang-orang mulia dan
suci.
- Mentrapkan
metode Upaya-Kausalya.
- Doktrin
mengenai Sunyata,Tathara dan sebagainya.[5]
- Latar
Belakang Politik Terhadap Agama Buddha Mahayana
Periode
yang tidak begitu jelas dalam sejarah India mulai setelah akhir dari perioda Maurya,
yaiut sekitar abad ke-2 SM. Tapi arus Buddisme menerima dorongan itu dari Raja
Asokamengallir dengan tenang tanpa adanya pengaruh dan perbedaan-perbedaan politik.
Selama
periode Murya, yang permulaanya menurut agama Buddisme terbagi menjadi delapa
belas atau lebih sekte, disebabkan dari pandangan-pandangan berbeda diantara
mereka tentang mengitepretasi perihal ajaran Buddha. Salah satu dari sekta itu
adalah Mahasanghitka menginterpretasikan ajaran-ajarannyadalam suatu
cara, yang akhirnya membawa kemunculan secara matang Agama Buddha Mahayana.
Perlu di catat bahwa menelusuri agama Buddha Mahayana dapat ditemukan bahkan
dalam sutta pitaka bahasa pal, sebagai literature permulaanyang memuat
ajaran Buddha.
Pada
waktu itu, suatu usaha telah dibawakan untuk memberikan beberapa keterangan
dalam periode yang tidak begitujelas itu sebagai disebutkan di atas.
Sekitar
abad ke-2 dan ke-1 S.M. agama Buddha Mahayana telah menjadi suatu faseagama
yang diakui dan dikenal, dan secara perlahan-lahan dan pasti terus berkembang
sampai ke Asia Timur,China dan Timur jauh perbatasan Rusia. Muncul pada fase
terakhir ini Agama Buddha Tantra Mahayana.[6]
DAFTAR
PUSTAKA
T Suwarto , Buddha
Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia
Ali Mukti , Agama-Agama
Dunia, Yokyakarta: PT. Hanindita,1988
Hadiwijoyo Harun,
Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 2010
Conce Edward, a
Short History of Buddha, London, 1982
Tidak ada komentar:
Posting Komentar